Tasimalaya– Ketua Kemuslimahan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Tasikmalaya Cica Nastika, merasa prihatin angka pernikahan dini di daerahnya tertinggi di Jawa Barat.
Cica menuturkan, pernikahan dini memiliki resiko fisiologis yang cukup tinggi. Seperti keguguran, persalinan premature, anemia kehamilan bahkan kematian ibu yang cukup tinggi.
“Selain dari resiko fisiologis ada juga resiko psikis seperti gangguan kecemasan, trauma, bahkan depresi,” kata Cica kepada Gentrapriangan melalui pesan singkat, Kamis(04/05/23).
Sepanjang tahun 2022 DP3AKB Jawa Barat mencatat sebanyak 1.240 pengajuan dispensasi terjadi di Tasikmalaya. Hasil ini mencatatkan Tasik sebagai penyumbang tertinggi angka pengajuan tersebut.
Data tersebut mengisaratkan bahwa angka pernikahan dini tinggi di Tasikmalaya.
Atas dasar tersebut mencuat wacana untuk memasukan pendidikan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKRS) menjadi ekstra kurikuler di sekolah.
Menanggapi wacana tersebut, Cica mengatakan, wacana tersebut merupakan hal yang bagus dan perlu mendapat dukungan.
“Adapun wacana edukasi HKRS menjadi ekskul di sekolah bagus ya. Karena edukasi ini perlu disosialisasikan secara masif. agar para remaja mendapatkan pengetahuan, sehingga remaja akan lebih sadar konsekuensi apabila mereka menikah dini” tuturnya
Ia menegaskan, selain sosialisasi di lingkungan sekolah, sosialisasi pada masyarakat pun perlu dilakukan. Terutama kepada para orang tua
“Anggapan bahwa anak akan memiliki kehidupan yang lebih baik setelah menikah di usia dini padahal tidak. Kenyataannya justru akan memperpanjang rantai kemiskinan. Juga merampas hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak” tandasnya