Gentrapriangan- Tercatat ada 22 karya budaya takbenda asal Jawa Barat dari 289 yang ada di Indonesia 2021. Di tulisan sebelumnya telah mencatat 7 warisan budaya takbenda asal Jawa Barat. Kali ini akan memaparkan lanjutan 8 warisan takbenda berikutnya, apa saja? Simak tulisan berikut ini berikut ini:
Kampung Pulo Cangkuang
Kampung Pulo adalah perkampungan yang berada di tengah kawasan Situ Cangkuang yang berada di Kampung Cijakar, Desa Cangkuang, Kecmatan Leles, Kabupaten Garut Jawa Barat
Menurut cerita rakyat konon dulu ada seorang tokoh yang bernama Embah Dalem Arif Muhammad. Embah Dalem Arif berasal dari Kerajaan Mataram lalu singgah di daerah Kampung Pulo. Ia singgah di daerah ini karena terpaksa mundur kalah melawan pertempuran dengan tentara Belanda.
Karena kekalahannya melawan tentara Belanda, ia kemudian tidak mau kembali ke Mataram karena malu dan takut kepada Sultan Agung, dan lalu menetap di Kampung Pulo
Masyarakat Kampung Pulo dulunya beragama Hindu, lalu Embah Dalem Arif Muhammad menyebarkan Agama Islam. Selanjutnya beliau dan kawan-kawannya menetap di daerah Kampung Pulo hingga wafat di Kampung Pulo
Menetap sampai wafat di Kampung Pulo, Embah Dalem Arif Muhammad meninggalkan 7 anak, enam anak perempuan dan satu anak laki-laki. Karena itu, di Kampung Pulo terdapat enam buah rumah adat yang berjejer saling berhadapan. Masing-masing tiga buah rumah di kiri dan di kanan, di tambah dengan sebuah masjid.
Ada tradisi yang unik yang lestari sampai sekarang yaitu jumlah dari rumah tersebut tidak boleh lebih atau kurang serta yang tinggal di rumah tersebut tidak boleh lebih dari enam kepala keluarga.
Jika seorang anak sudah dewasa kemudian menikah, paling lambat dua minggu setelah itu harus meninggalkan rumah dan harus keluar dari lingkungan keenam rumah tersebut
Karinding
Merupakan alat musik berukuran kecil yang terbuat dari pohon enau atau bambu, yang apabila ditiup keluar bunyi nyaring.
Karinding masuk dalam kategori permainan rakyat yang hanya dapat memainkan satu kunci nada yang berbunyi dengan cara meniup dan menggerakan bagian ujungnya.
Konon Karinding telah ada di tanah Sunda sejak 300 tahun lalu. Instrumen ini terdapat di hampir seluruh dunia dengan berbagai bahan dan tekhnik memainkannya
Rasi
Rasi (Beras Singkong) merupakan makanan pokok masyarakat Kampung Cirendeu, Kecamatan Cimahi Selatan, Jawa Barat.
Masyarakat Cireundeu merupakan masyarakat yang telah menerapkan pola makan nonberas sejak 1924
Menurut Patriasih, dkk (2011), secara adat mereka menabukan berbagai makanan yang terbuat dari beras. Tabu makan nasi ini ada sejak 1918. Konon pada saat penjajahan Belanda, Cireundeu mengalami bencana kekeringan dan padi menjadi puso, sementara suplai beras dari pemerintah Belanda waktu itu sangat sulit. Akhirnya mereka membuat alternatip olahan makanan menggantikan nasi (beras) dengan membuat nasi yang terbuat dari olahan singkong
Palakiah Palean Raga
Sejarah ritual Palakiah Palean Raga merujuk pada lahirnya Paguron Ajaran Pencak Silat Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka, Oleh Maha Guru KH. Adjie Djaenudin bin H. Usman
Paguron Pencak Silat tersebut berada di Kampung Gunung Dukuh Desa Citapen Kabupaten Bandung Barat
Selanjutnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bandung Barat pada 2019, Palakiah Palean Raga menjadi syarat bagi setiap calon pesilat sebelum mengikuti bela diri.
Tujuannya agar calon pesilat diberikan selamat lahir dan bathinnya pada saat mengikuti pelatihan pencak silat di Paguron Gadjah Putih Mega Paksi
Rangkaian ritual ini termasuk melancarkan gerakan otot sehingga mudah untuk menguasai jurus-jurus yang diajarkan.
Palakiah Palean Raga dipercaya sebagai perbuatan mulia yang mampu membuat badan atau raga menjadi lentur melalui tindakan pijit, urut, dan totok
Bordir Tasikmalaya
Menurut sejarah, industri bordir di Tasikmalaya pertama kali tumbuh dan berkembang pada 1925 di Desa Tanjung, Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya
Salah seorang perintisnya adalah perempuan bernama Hj. Umayah binti H. Musa, yang pada tahun sebelumnya bekerja di perusahaan Amerika, yakni Singer
Bordir Tasikmalaya mempunyai ciri khas tersendiri yaitu kuatnya nilai-nilai kearifan local yang tertuang dalam corak rupa bordirnya
Ada beberapa nilai yang dapat menyatu dengan nilai tradisional, namun ada pula yang masih dipertahankan karena merupakan ciri dan menyatu dengan keyakinan hidup masyarakat
Cerita Pantun Nyai Sumur Bandung
Cerita Pantun Nyai Sumur Bandung merupakan karya budaya takbenda yang dipertunjukan dalam acara syukuran 40 hari kelahiran bayi perempuan. Sinopsis Cerita Pantun Nyi Sumur Bandung Negara Kutawaringin merupakan Negara yang subur dan makmur yang tidak pernah kekurangan apapun dan masyarakatnya berpengetahuan tinggi
Cerita Pantun Sunda adalah cerita tutur dalam bentuk sastra Sunda lama yang tersaji secara paparan (prolog), dialog, dan kerap dinyanyikan.
Cerita ini dilantunkan oleh seorang juru pantun sambil diiringi alat music kecapi yang dimainkannya sendiri
Angklung Gubrag
Angklung Gubrag biasanya mentas pada saat ritual penanaman padi dengan maksud agar hasil panen berlimpah
Instrumennya meliputi enam buah angklung menggunakan bambu hitam
Upacara Hajat Arwah
Karya budaya takbenda selanjutnya adalah sejarah tradisi Upacara Hajat Arwah terdapat di Kampung Parakansalam, Desa Nyalindung, Kecamatan Cipatat, merujuk pada alamat leluhur keturunan pendiri Kampung Parakansalam, yakni Embah Dalem Jagasakti.
Makna dari Upacara Hajat Arwah ialah pentingnya menghormati orangtua, baik masih hidup maupun telah tiada
Nilai menghormati orangtua yang tersebut adalah menghormati jasa para leluhur yang sudah membangun Kampung Parakansalam. Juga memberikan kehidupan yang aman kepada masyarakat setempat
Sebagai keturunannya, masyarakat beserta sesepuh berdoa kepada Allah SWT seraya berharap arwah leluhur yang telah membangun kampong mereka akan terus mendapat pahala yang mengalir karena jasa budi baik amaliahnya (Koentjaraningrat, 2002)