Gentra– Usmar Ismail merupakan sutradara pertama Indonesia yang juga terkenal sebagai Bapak Perfilman Nasional.
Profil Usmar Ismail
Usmar Ismail lahir di Bukittinggi pada tanggal 20 Maret 1921. Ia berasal dari keluarga yang “berada”, namun tetap hidup sederhana sebagaimana layaknya pribumi pada masa kolonialisme Hindia Belanda di Sumatera Barat.
Ia dikenal sebagai sosok seorang wartawan, sutradara film, sastrawan dan pejuang yang menjadi pelopor perfilman dan drama modern di Indonesia.
Ayahnya bangsawan bergelar Datuk Tumenggung Ismail. Profesinya sebagai guru sekolah jurusan kedokteran di daerah Padang, Sumatera Barat.
Beliau mengajar dua golongan pelajar dari kasta sosial yang berbeda-beda. Akan tetapi karena menjadi guru di sekolah kedokteran negeri, kebanyakan murid-muridnya berasal dari anak-anak Eropa.
Sedangkan Ibunya bernama Siti Fatimah merupakan ibu rumah tangga biasa. Akan tetapi semenjak remaja beliau merupakan keturunan bangsawan pribumi di Bukittinggi.
Maka beliau juga mengenyam pendidikan tinggi, dan berilmu pengetahuan yang luas.
Perjalanan Pendidikan Umar Ismail
Lahir dari keluarga bangsawan pribumi yang terdidik, membuat Usmar Ismail kemudian bersekolah di sekolah Belanda.
Pertama Usmar Ismail sekolah di Hollandsch Inlandsch School (HIS) Batusangkar, Sumatera Barat. Setelah lulus dari tingkat sekolah setaraf SD ini kemudian melanjutkan ke tahap SMP di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Padang.
Setelah dua tingkat sekolah diselesaikan di Sumatera, Usmar Ismail pada masa SMA melanjutkan sekolahnya ke Algemeen Middlebare School (AMS) di Yogyakarta.
Kemudian pada tahun 1952, nama Usmar Ismail tercatat negara Republik Indonesia menjadi salah satu murid berprestasi sehingga layak mendapat beasiswa belajar ke Amerika Serikat.
Di sana Usmar Ismail memilih kuliah pada jurusan Sinematografi di Universitas California Los Angeles. Dari sinilah profil Usmar sebagai ahli film Indonesia mulai tercatat sejarah.
Sutradara Pertama di Indonesia
Setelah menyelesaikan studi dari jurusan Sinematografi di Universitas California Los Angeles, Amerika Serikat. Usmar Ismail kemudian produktif membuat film di tanah air tercinta.
Ia pulang dengan semangat menggebu untuk membangun produksi film sebagaimana ada di Amerika Serikat. Indonesia harus memiliki sejumlah film sendiri yang tidak bercampur dengan orang asing.
Alhasil Usmar menjadi orang pertama di Indonesia yang memproduksi film. Posisinya merangkap, dari mulai produser, sutradara, sampai art director yang ia garap sendirian. Ini merupakan salah satu gambaran dari totalitas berkesenian Usmar Ismail
Sejarah Pemberian Gelar Hari Film Nasional
Pemberian gelar itu diusulkan oleh Festival Film Indonesia (FFI) dan Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid. Nama Usmar besar di dunia perfilman nasional. Sepanjang hayatnya telah lebih membuat 30 film di era 1940 hingga 1960-an.
Laman Badan Bahasa Kemendikbudristek mengatakan, Usmar memang punya perhatian khusus terhadap film. Sebelum menjadi sutradara, ia sering kali berkumpul di suatu gedung di depan Stasiun Tugu untuk berdiskusi mengenai seluk-beluk film.
Beberapa sohibnya yang sering diajak diskusi yaitu Anjar Asmara yang juga merupakan sutradara, Sastrawan Armijn Pane, Sutarto, dan tokoh Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) Kotot Sukardi.
Anjar adalah orang pertama yang menggeret Usmar masuk langsung ke dunia perfilman. Saat itu, Usmar menjadi menjadi asisten sutradara (Astrada) dalam film ‘Gadis Desa’. Film itu kemudian rilis pada 1949.
Tak henti, Usmar makin getol membuat film. Setelah debut menjadi Astrada, Usmar akhirnya menyutradarai langsung puluhan film.
Karya Film Usmar Ismail
Beberapa di antaranya mengangkat nama Usmar di pentas nasional, ‘Harta Karun’ (1949), ‘Citra’ (1949), ‘Darah dan Doa’ (1950), ‘Enam jam di Yogya’ (1951), ‘Dosa Tak Berampun’ (1951), ‘Krisis’ (1953), ‘Kafedo’ (1953), ‘Lewat Jam malam’ (1954), ‘Tiga Dara’ (1955), dan ‘Pejuang’ (1960).
Film ‘Tiga Dara’ yang rilis 1957 merupakan puncak ketenaran karya Usmar Ismail. Dari film inilah mengangkat karier para bintangnya (Chitra Dewi, Mieke Wijaya, Indriati Iskak), masuk box office tertinggi dari film Perfini manapun, dan tayang di bioskop-bioskop kelas satu. Film ‘Tiga Dara’ sempat tampil di Festival Film Venesia 1959 dan meraih Tata Musik Terbaik di Festival Film Indonesia 1960.
Atas kiprah di dunia perfilman, nama Usmar juga abadi menjadi nama sebuah gedung perfilman, yaitu Pusat Perfilman Usmar Ismail yang terletak di daerah Kuningan, Jakarta.