Garut – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2018 mencatat ada kerugian negara Rp.1,8 miliar dari temuan beberapa dinas, ada 30 proyek pembangunan di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Bupati Garut menuturkan, seluruh proyek pembangunan di Kabupaten Garut tahun anggaran 2018 telah dilakukan pemeriksaan oleh BPK, hasilnya terdapat beberapa kerugian negara yang secara aturan harus dikembalikan kepada kas negara.
Salah satu kerugian uang negara yang harus dikembalikan, kata dia, proyek pembangunan Pasar Leles yang tidak dituntaskan oleh pemborongnya sehingga pemborong harus mengembalikan uang proyek tersebut.
“Kerugian negara yang besar itu Pasar Leles,” kata Bupati, Senin (10/06/2019).
Ia mengungkapkan, hasil kajian BPK dari nilai proyek Rp.26 miliar ada dana yang harus dikembalikan kepada kas negara sebesar Rp.670 juta berikut dengan denda yang harus diganti oleh pemborong sebesar Rp.800 juta lebih.
“Kerugian negara Rp.670 juta lebih ditambah denda-denda jadi kurang lebih Rp.800 juta,” katanya.
Rudy menyampaikan, uang negara itu sesuai aturan harus dikembalikan dalam jangka waktu 60 hari, jika tidak dikembalikan dalam batas waktu tertentu maka pihak pelaksana dalam proyek tersebut akan dilanjutkan pada hukum pidana.
“Setelah waktu 60 hari tidak bayar, maka bisa dipidana,” katanya.
Rudy menambahkan, pekerjaan pembangunan puskesmas juga kurang baik. “saya sudah cek kelapangan pada kunjungan kerja di empat kecamatan Garut bagian selatan adanya kualitas pekerjaan yang kurang memuaskan, nanti akan saya laporkan pada BPK,” tegasnya.
Rudy mengaku, kurang baiknya kualitas pekerjaan pembangunan Puskesmas lebih disebabkan tidak baiknya dalam proses lelang. Yang mana ada modus-modus yang dilakukan baik oleh kontraktor dan pihak ASN-nya.
“PPK dan Pengguna Anggarannya harus bener, sehingga modus kedekatan antara kontraktor dan panitia, pengaturan pemenang lelang, serta indikasi lainnya itu tidak terjadi,” kata Bupati.
Bupati menyesalkan tidak baiknya proyek pembangunan di Garut karena dampaknya, rencana pembangunan menjadi terlambat tidak secepatnya dinikmati masyarakat. (hdg/rls/red)