Tasikmalaya – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Tasikmalaya menggelar aksi unjuk rasa menuntut revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di depan Kantor DPRD Kota Tasikmalaya, Kamis (14/7/2022).
Ketua PC PMII Kota Tasikmalaya Muhaemin Abdul Basit mengatakan, penolakan disahkannya RKUHP karena masih banyak pasal yang dinilai mencederai asas demokrasi.
“Jika kita lihat jelas masih banyak pasal kolonial yang tidak sesuai lagi dengan negara demokratis yang merdeka,” katanya.
Menurut Muhaemin, adanya pasal tersebut dinilai potensial berdampak negatif kepada publik. Seperti mengancam ruang kebebasan sipil, kriminalisasi terhadap pembela HAM, aktivis, bahkan masyarakat umum yang menyuarakan pendapatnya.
“Pembahasan RKUHP harus dibuka ke ruang publik dan melibatkan partisipasi yang bermakna,” ujarnya.
Muhaemin mencontohkan salah satu pasal yang bermasalah mengenai pasal penghinaan.
“Di pasal 439 contohnya, masih memuat pidana penjara sebagai hukuman, jika pun masih diatur maka pidana paling tidak pidana denda,”ungkapnya.
“Rumusan masih bermasalah, sama dengan KUHP, harusnya memuat pengecualian yang lebih beragam. Pengecualian untuk penghinaan harusnya ditambahkan, dikecualikan untuk kepentingan umum, karena terpaksa membela diri serta tidak ada kerugian yang nyata,” lanjutnya.
Adapun tuntutan dalam unjuk rasa tersebut yakni Pertama, menolak disahkannya RKUHP karena masih banyak pasal yang mencedrai asas demokrasi.
Kedua, menuntut transparansi bukti fisik bahwa DPRD Kota Tasikmalaya menolak pengesahan RKUHP disahkan di buktikan dengan bukti administrasi surat penolakan DPRD Ke DPR RI.