Garut – Penjabat Bupati Garut Barnas Adjidin tekankan pentingnya peran masyarakat dalam melindungi perempuan dan anak dari kekerasan, pada Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Pengembangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), di Aula Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DPPKBPPPA) Kabupaten Garut (01/02/2024).
Ia menyampaikan, bahwa sosialisasi ini sangat penting dalam rangka mengajak seluruh masyarakat memahami pentingnya perlindungan bagi perempuan dan anak, menilai maraknya kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia, termasuk di Kabupaten Garut.
“Sebab walaupun bagaimana mereka itu diatur oleh aturan, harus dilindungi dan juga harus diajak untuk melaksanakan langkah-langkah positif bagi pembangunan termasuk di Garut,” ucap Pj. Bupati Garut, dikutip dari laman PORTALJABAR.
Ia menyampaikan, pihaknya akan bekerja sama dengan Polres Garut dalam hal pelaporan mengenai kekerasan terhadap perempuan dan anak, di mana nantinya masyarakat dapat menyampaikan laporannya melalui nomor telepon yang akan disediakan.
“Masyarakat itu harus mulai paham terhadap hal-hal yang harus disampaikan, jadi kita akan rahasiakan pelapor dan lain sebagainya sehingga yang melapor itu mungkin nanti aman adanya,” tegasnya.
Pendidikan mengenai perlindungan perempuan dan anak sendiri, lanjut Barnas, dapat dimulai dari lingkungan keluarga, institusi sekolah, hingga lingkungan kerja.
“Nanti di sekolah diedukasi anak-anak juga apabila mendapat kekerasan dari orang tua, anaknya itu bisa melaporkan,” lanjutnya.
Barnas mengungkapkan bahwa pihaknya akan berfokus terhadap upaya agar anak di Kabupaten Garut dapat sehat dan perempuan dapat berdaya dari semua segi.
Kepala DPPKBPPPA Garut, Yayan Waryana, mengatakan, acara ini turut dihadiri oleh Forum Anak Daerah (FAD) Garut, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA), kader-kader institusi masyarakat pedesaan di Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), kader TP PKK, dan beberapa tamu undangan lainnya.
Selain itu, Yayan juga melaporkan bahwa tim pendamping keluarga di Kabupaten Garut saat ini berjumlah hampir mencapai 5.960 kader yang tersebar di 42 kecamatan.
Salah satu narasumber Ikeu Kania dari Universitas Garut mengungkapkan kekerasan terhadap perempuan dan anak kerap terjadi. Dirinya selaku civitas akademika tidak bisa hanya berpangku tangan atau hanya berdiam diri, namun ingin bergerak bersama-sama menurunkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Sebab bagaimana pun, perempuan dan anak ini kan masuknya di kelompok rentan gitu ya, sering terjadi atau tidak berdaya gitu, bahkan jadinya sebagai objek begitu ya yang sering dilakukan diskriminasi dan lain-lain,” katanya.
Prof. Ikeu mengungkapkan, seluruh pihak harus dapat turun dalam mengatasi permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak ini. Ia menuturkan, pencegahan maupun penanganan masalah ini tidak bisa ditangani secara parsial, namun harus dikerjakan secara bersama-sama.
“Jadi saya mengajak kepada seluruh unsur untuk sama-sama karena ini adalah kota Garut, kota kita begitu ya, siapa lagi yang akan peduli kalau bukan kita,” jelasnya.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan DPPKBPPA Kabupaten Garut, Iryani mengungkapkan, jumlah korban kekerasan terhadap perempuan di Kabupaten Garut pada tahun 2022 sebanyak 18 kasus, terdiri dari 8 kasus KDRT, 2 kasus kekerasan psikis, 3 kasus kekerasan seksual, 1 kasus penganiayaan, 2 kasus penelantaran, 1 kasus kekerasan berbasis IT, dan 1 kasus dugaan TPPO.
Di tahun 2023 sendiri, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di Kabupaten Garut meningkat sebesar 100 persen yaitu 36 kasus, terdiri dari 12 kasus kejahatan seksual, 4 kasus perilaku sosial menyimpang/sodomi, 2 kasus hak asuh, 8 kasus fisik/psikis, 2 kasus pornografi, 8 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Sementara itu, untuk jumlah korban kekerasan terhadap anak di Kabupaten Garut pada tahun 2022 adalah berjumlah 39 kasus, yang terdiri dari 17 kasus seksualitas, 10 kasus perebutan hak asuh anak, 2 kasus perkelahian, 2 kasus pelecehan seksual, 3 kasus kekerasan KRDT, 1 kasus mencuri, 2 kasus bullying, 1 kasus penelantaran, dan 1 kasus melukai diri sendiri.
Di tahun 2023 sendiri, terjadi peningkatan kasus sebesar 233 persen yaitu berjumlah 130 kasus, diantaranya yaitu 59 kasus kejahatan seksual, 12 kasus persetubuhan, 5 kasus kenakalan remaja, 29 kasus perilaku menyimpang/sodomi, 10 kasus hak asuh, 5 kasus fisik/psikis, 2 kasus hak pendidikan, 2 kasus penyalahgunaan NAPZA, 1 kasus bullying, 1 kasus TPPO, 2 kasus pornografi, 1 kasus dituduh mencuri, 1 kasus trafficking.