Tasikmalaya – Pengurus Cabang Lakpesdam Nahdlatul Ulama Kota Tasikmalaya bekerjasama dengan Komunitas Rehabilitas Berbasis Maasyarakst (RBM) melakukan pendampingan psikososial bagi anak, untuk membangun daya tahan anak yang memungkinkan mereka bangkit kembali dari stigma, penyingkiran, diskriminasi serta membantu mereka untuk menghadapi berbagi peristiwa yang tidak pernah terprediksi sebelumnya, termasuk di masa pandemi Covid-19.
Kegiatan ini dilaksanakan selama empat hari mulai dari tanggal 7-10 Juli 2020 bertempat di MTS Al-Maarif, Karanganyar, Kawalu, Kota Tasikmalaya. Yang melibatkan 15 orang anak, salah satunya adalah anak disabilitas yang telah mendapatkan kesempatan untuk belajar di sekolah umum.
Ketua Bid. Pemberdayaan Masyarakat PC Lakpesdam NU Kota Tasikmalaya, Rina Marlina, mengatakan, melalui kegiatan pendampingan psikososial bagi anak, kami sedang berupaya untuk membangun daya tahan anak yang memungkinkan mereka bangkit kembali dari stigma, penyingkiran, diskriminasi.
“Daya tahan anak (Child Resilience) merupakan kemauan dan kemampuan anak untuk mengatasi tantangan dan berkembang dengan cara yang sehat dan positif untuk terlepas dari kesulitan,” kata Rina Marlina, Selasa, (7/7/2020).
Selain itu, menurut Rina, selama ini orang banyak menganggap semua anak disabilitas, sekolahnya harus di Sekolah Luar Biasa (SLB).
“Padahal kita semua tahu, bahwa SLB di Kota Tasikmalaya jumlahnya sangat terbatas. Sementara jika kita melihat kompilasi data Lakpesdam dan Dinas Sosial, jumlah anak dengan disabilitas angkanya mencapai 600-an oran, bahkan jiga digabung dengan disabilitas dewasa jumlahnya bisa mencapai tiga ribuan orang,” ujarnya.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan, peserta diwajibkan menggunakan masker, jaga jarak, dan mencuci tangan sebelum kegiatan.
Sementara itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Tasikmalaya, Ajat Sudrajat menyampaikan, pendampingan psikososial membantu anak pulih dari stigma dan penyingkiran yang mengganggu kehidupan mereka.
“Dukungan psikososial dapat bersifat preventif dan kuratif. Preventif karena dapat mengurangi resiko meningkatnya masalah kesehatan mental anak. Kuratif karena dapat membantu anak untuk menghadapi masalah psikososial yang mungkin muncul akibat dari guncangan dan dampak krisis,” ungkapnya.
Menurut Ajat, kedua aspek tersebut berkontribusi dalam membangun ketahanan jika menghadapi krisis baru atau situasi hidup yang menantang lainnya.
Untuk memastikan pulih dan tumbuh kembang anak secara positif, membutuhkan pendekatan holistik dimana layanan sosial, pendidikan, keselamatan dan hak dasar digabungkan dengan intervensi berbasis permainan untuk memulihkan dan memperkuat fungsi otak.
“Kita tahu bahwa bermain berguna bagi perkembangan anak sekaligus sebagai media pemulihan. Oleh karena itu dalam kegiatan ini, kita akan bermain dan bersenang-senang dengan anak sekaligus bermain secara terstruktur untuk memfasilitasi proses pemulihan dan perkembangan anak,” pungkasnya