Nasional – Media, baik di tingkat nasional maupun daerah, tengah menghadapi tantangan serius. Perkembangan teknologi, media sosial, kehadiran konten kreator, perubahan masyarakat dalam mengakses media hingga periklanan yang tidak lagi berfokus ke media konvensional, menyebabkan media berita terancam keberlangsungannya.
Tantangan yang cukup besar ini mengharuskan para pengelola media, termasuk media lokal harus adaptif terhadap perkembangan. Dibutuhkan banyak cara agar media lokal tetap bertahan dan berkembang. Antara lain bagaimana mengelola konten berita yang sesuai kebutuhan pembaca, menyiapkan berbagai model bisnis yang relevan dengan ekosistem media hingga merusmuskan kembali berbagai strategi untuk menghadapi perkembangan media terkini.
Membahas perkembangan media berita terkini dan bagaimana pengelola media harus menyiapkan diri agar keberlangsungan media berhasil, sedikitnya 12 pengelola media lokal dan media segmentasi khusus dari sejumlah daerah di Indonesia berkumpul di Yogyakarta.
Selama dua hari, dari 7 sampai 8 Maret 2024, para pengelola media, baik pendiri media, CEO, pemimpin redaksi atau perusahaan berdiskusi hingga merumuskan kembali peluang dan tantangan keberlangsungan media ke depan. Pertemuan yang digelar Suara.com dan Internasional Media Support (IMS) dengan mendapat dukungan European Union (EU) ini bertajuk Advance Training for The Media Business Viability.
Dua fasilitator IMS membantu memberikan banyak pencerahan, yakni Emilie Lehmann-Jacobsen (Asia Program Development Adviser) dari Denmark dan Dany Yong (Asia Media Business Adviser) dari Malaysia.
Mengawali sesi hari pertama, Kamis (7/3), Lars H Bestle selaku Direktur Regional Asia IMS, menegaskan bahwa pertemuan kali ini memang ditujukan sebagai pelatihan tingkat lanjut menyangkut kelangsungan bisnis media. IMS sendiri menurutnya merasa bangga dan senang dapat menghadirkan program ini sekaligus berbagi pengetahuan dengan perwakilan kedua belas media yang rata-rata sudah menjalani program IMS sebelumnya.
Di sesi yang sama, Pemimpin Redaksi Suara.com Suwarjono juga menggarisbawahi pentingnya program ini. Terutama menurutnya, karena situasi saat ini media di Indonesia, baik media daerah maupun nasional sedang menghadapi tantangan sangat besar, khususnya keberlangsungan bisnis.
“Dari lima tantangan, baik teknologi, konten, distribusi, regulasi dan bisnis media, saat ini tantangan paling signifikan adalan business model. Model bisnis media setelah pandemi berubah total, baik untuk media besar atau yang kecil,” ungkapnya.
“Untuk saat ini yang beruntung adalah media yang tidak besar, (yang) jumlah timnya kecil. Mereka jauh lebih sustain daripada media besar. Artinya, menjadi kesempatan untuk teman-teman yang hadir di kegiatan ini, karena kebanyakan timnya cenderung tim kecil, berpeluang jauh lebih survive dan berkembang,” tanbah Suwarjono.
Eva Danayanti selaku Program Manager IMS di Indonesia, mengatakan bahwa pelatihan ini memang merupakan kelanjutan juga dari program serupa dari tahun-tahun lalu, sehingga diberikan kepada media-media terpilih yang selama ini menjalani program bimbingan bersama IMS dan Suara.com.
Dia juga menjelaskan bahwa pelatihan dua hari ini hanyalah awal dari rangkaian program, karena dalam beberapa bulan ke depan masih akan diikuti oleh sesi-sesi coaching spesifik, beserta peluang pendanaan demi membantu media-media peserta mewujudkan ide pengembangan bisnisnya.
Pentingnya Memahami Kebutuhan Pengguna atau Audiens
Dalam sesi pemberian materi, Emilie Lehmann-Jacobsen, antara lain memulai dengan memaparkan tentang model kebutuhan pengguna atau audiens (user needs model). Hal itu berkaitan dengan konten yang dihasilkan oleh media, baik konten yang sifatnya informatif, aplikatif dalam kehidupan sehari-hari, sampai konten yang menginspirasi.
Dalam salah satu paparannya, Emilie mengingatkan bahwa di era sekarang, media tidak cukup hanya berpikir tentang memberitakan atau menyajikan informasi yang sifatnya up to date. Namun juga harus menciptakan konten pembeda dibanding media-media lainnya.
Oleh sebab itu, Emilie mengenalkan “User Needs Model 2.0” yang disebut merupakan produk pengembangan program BBC. Dalam model itu disajikan diagram pembagian kebutuhan audiens yakni know (fact driven), understand (context driven), feel (emotion driven), dan do (action).
Secara singkat, berdasarkan penjelasan Emilie, fact driven atau menginformasi audiens berarti memenuhi kebutuhan audiens akan suatu informasi. Sedangkan context driven atau memberi penjelasan, adalah dengan memenuhi kebutuhan audiens untuk memahami sesuatu.
Sementara itu untuk emotion driven, artinya adalah memenuhi kebutuhan audiens untuk merasakan sesuatu, biasanya lebih pada hal-hal yang relate dan berefek pada mereka. Lalu untuk action, media pada intinya bisa memfasilitasi audiens untuk melakukan sesuatu.
Tidak hanya penyampaian materi, pelatihan ini juga berlangsung lebih menarik dengan adanya diskusi dan praktik. Dalam salah satu praktik berkelompok yang dipandu Emilie misalnya, peserta diminta menganalisis potensi user needs model dari salah satu isu, yakni target Indonesia memiliki 80 persen penduduk kelas menengah pada tahun 2045.
Di bagian lain, peserta juga diminta untuk mengidentifikasi audiens medianya masing-masing, meliputi aspek demografi, konten terbaik atau yang paling perform, berdasarkan device pembaca, waktu pembaca paling banyak mengakses informasi, dan lain-lain. Peserta kemudian juga diminta melakukan studi kasus, dengan cara memilih artikel di situs masing-masing untuk dianalisis apakah sudah memenuhi aspek user needs yang mana, lalu diminta menganalisis user needs lain yang potensial.
Kembangkan Potensi Bisnis Baru, Peluang Mendapatkan Media Innovation Grant
Dalam sesi hari kedua yang dipandu Dany Yong, aspek audiens atau users need tersebut pun kemudian dieksplorasi lebih jauh bersama para peserta. Di hari kedua ini juga ada banyak diskusi yang dibuka dan dipancing oleh Dany, disertai beberapa praktik lainnya yang juga melibatkan analisis.
Poin utama dalam sesi hari kedua ini lebih diarahkan pada potensi atau ide-ide pengembangan baru bagi bisnis media-media peserta, berdasarkan pemetaan dan analisis terhadap user atau audiens yang sudah dilakukan. Di sini kembali para pengelola media dipancing untuk memikirkan value dari produk-produk yang mereka miliki, untuk melihat dan berpikir mengembangkan potensi bisnis yang mungkin selama ini kurang terlihat atau tidak disadari.
Contohnya menurut Dany, misalnya untuk segmen pembaca atau audiens yang baru, baik itu berdasarkan analisis dari data pembaca di platform (website) masing-masing, maupun juga berdasar users crowd-nya di saluran media sosial bagi media yang memiliki kekuatan itu.
Dany juga menggarisbawahi bahwa ide atau potensi yang dipertimbangkan untuk dikembangkan haruslah menambah value baru atau setidaknya me ingkatkan value yang ada. Hal itu karena value sejatinya akan menjadi revenue, yang pada akhirnya akan meningkatkan ketahanan atau keberlangsungan bisnis media tersebut.
Yang menarik adalah, ide-ide yang dipancing lewat pemaparan materi, kemudian juga analisis dan diskusi itu, berpotensi untuk mendapatkan pendanaan lewat program Media Innovation Grant yang sudah disiapkan IMS. Tentunya, akan ada proses yang perlu dilalui setelah pelatihan ini, mulai dari pitching ide, coaching lewat bantuan beberapa mentor dengan spesialisasi bidangnya masing-masing, hingga penyampaian proposal (final pitching) yang lantas akan diseleksi dan dipilih untuk diberikan grant.
Bagi media yang terpilih mendapatkan dana untuk pengembangan ide atau inovasi bisnisnya, kelak juga akan senantiasa didampingi dalam mengeksekusi rencananya tersebut. Begitu pun bagi yang belum terpilih, tetap akan didampingi dan dimatangkan lagi potensi atau ide pengembangan yang dimilikinya, agar di kemudian hari tetap bisa direalisasikan.