Pemberlakuan Karantina Wilayah Tak Berdasar UU, YLBHI: Melanggar Hak Warga Negara

- Penulis

Minggu, 29 Maret 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBH) mendapatkan cukup banyak laporan soal pembubaran kerumunan oleh aparat kepolisian sebagai penanggulangan penyebaran Covid-19. Bahkan ada pernyataan anggota Polri memerintahkan anggotanya untuk membawa penyelenggara keramaian ke kantor Polisi.

Hal ini dimulai dengan keluarnya Maklumat Kepala Kepolisian Negara RI no. Mak/2/lll/2020 tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona Covid-19) tertanggal 19 Maret 2020.

“UU Karantina Kesehatan mensyaratkan adanya Penetapan Status “Kedarurat Kesehatan Masyarakat” dari Presiden RI. Sebelum status darurat kesehatan tersebut diperlakukan aturan (Peraturan Pemerintah) tentang Tatacara Penetapan dan Pencabutan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat sebelum dilakukan tindakan-tindakan tertentu termasuk karantina,” tulis YLBH dalam keterangan tertulisnya.

Saat ini hanya ada Keppres tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan. Apabila Presiden melarang daerah melakukan lock down karena wewenang ada pada dirinya.

“Sunggu aneh Presiden membiarkan status darurat dikeluarkan SK Kepala BNPB dan tidak mengambil tanggung jawab sesuai UU untuk menetapkannya,” lanjutnya.

Selain itu, UU Kekarantinaan Kesehatan juga mensyaratkan aturan (Peraturan Pemerintah) tentang Penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan pengaturan lebih lanjut mengenai Karantina rumah, Karantina Rumah Sakit, Karantina Wilayah serta Pembatasan Sosial Berskala besar,” imbuhnya.

YLBHI menilai, aturan-aturan tersebut bukan semata pengaturan wewenang atau bersifat birokratis tetapi lebih dari itu untuk menjamin pengaturan tersebut tidak sewenang-wenang dan pelaksanaannya melampaui apa yang sudah ditetapkan.

“Hal ini sesuai dengan Pasal 4 Kovenan Hak Sipil Politik yang telah menjadi hukum Indonesia dengan UU 122/2005 “dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa dan keberadaannya, yang telah diumumkan secara resmi, Negara-negara Pihak Kovenan ini dapat mengambil langkah-langkah yang mengurangi kewajiban-kewajiban mereka berdasarkan Kovenan ini, sejauh memang sangat diperlukan dalam situasi darurat tersebut, sepanjang langkah-langkah tersebut tidak bertentangan dengan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan hukum internasional dan tidak mengandung diskriminasi semata-mata berdasarkan atas ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau asal-usul sosial,” tambahnya.

Oleh karena itu mengkriminalkan rakyat hanya berdasarkan maklumat dan belum ada penetapan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dari Pemerintah adalah perbuatan semena-mena dan melawan hukum.

“YLBHI mendukung upaya tidak menyebarnya Covid-19 melalui physical distancing dan sebisa mungkin tinggal di rumah, tetapi perlu dilakukan dengan penyadaran. Penggunaan pidana dalam hal ini hanya akan menempatkan yang bersangkutan dalam situasi rentan. Hal ini karena dalam proses pidana yang akan dijalani sulit memberlakukan physical distancing karena fasilitas yang minim. Apalagi jika ditahan mengingat nyaris seluruh rutan dan Lapas di Indonesia mengalami over-crowding,” ungkapnya.

Baca Juga :  Soal Pemilu Pakai Proporsional Tertutup, FPMI Nilai Akan Menghambat Peluang Anak Muda

YLBHI juga menyoroti pemberian informasi yang bertolak belakang oleh Pemerintah. Apabila BNPB dan Kepolisian memberikan pernyataan akan betapa berbahayanya virus ini, sebaliknya kebijakan dan pernyataan pemerintah yang diwakili beberapa menterinya menunjukkan hal sebaliknya.

“Pemerintah misalnya masih menyelenggarakan acara bertaraf internasional pada tanggal 5-8 Maret yaitu Gaikindo Commercial Vehicle ketika korban di seluruh dunia ada tanggal 5 Maret sejumlah 98. 425 dan pada tanggal 8 Maret 109.991 (https://www.worldometers.info/coronavirus/). Hal ini dilakukan meskipun tanggal 2 Maret pasien pertama Corona ditemukan dan diumumkan. Presiden saat itu menyatakan kita sudah siap. Artinya kesiapan tersebut tidak mencakup menghindari atau tidak membuat kerumunan karena acara bertaraf internasional tetap dilakukan=” tulis YLBH.

Tanggal 3 Maret Presiden bahkan menyampaikan masyarakat tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa saat korban seluruh dunia telah mencapai 93.016 dan kematian yang dilaporkan 3.202 (https://www.worldometers.info/coronavirus/).

“Hingga saat ini tidak ada pernyataan kedaruratan sesuai prosedur yang dibuat oleh Pemerintah seiring belum adanya Peraturan Pemerintah tentang penetapan kedaruratan tersebut. Padahal sejak tanggal 10 Maret Dirjen WHO telah meminta Presiden agar Indonesia menetapkan tanggap darurat,” lanjutnya.

Berdasarkan hal-hal di atas YLBHI menyampaikan, pemberlakuan situasi darurat, termasuk karantina, secara diam-diam tidak saja perbuatan curang menghindar dari kewajiban tetapi juga membahayakan rakyat khususnya yang miskin dan rentan.

“Hak untuk dipenuhi pangan dan kebutuhan lainnya selama masa darurat menjadi tidak ada tetapi mereka justru dikriminalkan karena tidak mengikuti status darurat, yang sebenarnya belum ada,” pungkasnya

YLBHI menilai, aturan-aturan tersebut bukan semata pengaturan wewenang atau bersifat birokratis tetapi lebih dari itu untuk menjamin pengaturan tersebut tidak sewenang-wenang dan pelaksanaannya melampaui apa yang sudah ditetapkan.

“Hal ini sesuai dengan Pasal 4 Kovenan Hak Sipil Politik yang telah menjadi hukum Indonesia dengan UU 122/2005 “dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa dan keberadaannya, yang telah diumumkan secara resmi, Negara-negara Pihak Kovenan ini dapat mengambil langkah-langkah yang mengurangi kewajiban-kewajiban mereka berdasarkan Kovenan ini, sejauh memang sangat diperlukan dalam situasi darurat tersebut, sepanjang langkah-langkah tersebut tidak bertentangan dengan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan hukum internasional dan tidak mengandung diskriminasi semata-mata berdasarkan atas ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau asal-usul sosial,” tambahnya.

Baca Juga :  PSI Kota Bogor Kecam Penangkapan Sudarto

Oleh karena itu mengkriminalkan rakyat hanya berdasarkan maklumat dan belum ada penetapan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dari Pemerintah adalah perbuatan semena-mena dan melawan hukum.

“YLBHI mendukung upaya tidak menyebarnya Covid-19 melalui physical distancing dan sebisa mungkin tinggal di rumah, tetapi perlu dilakukan dengan penyadaran. Penggunaan pidana dalam hal ini hanya akan menempatkan yang bersangkutan dalam situasi rentan. Hal ini karena dalam proses pidana yang akan dijalani sulit memberlakukan physical distancing karena fasilitas yang minim. Apalagi jika ditahan mengingat nyaris seluruh rutan dan Lapas di Indonesia mengalami over-crowding,” ungkapnya.

YLBHI juga menyoroti pemberian informasi yang bertolak belakang oleh Pemerintah. Apabila BNPB dan Kepolisian memberikan pernyataan akan betapa berbahayanya virus ini, sebaliknya kebijakan dan pernyataan pemerintah yang diwakili beberapa menterinya menunjukkan hal sebaliknya.

“Pemerintah misalnya masih menyelenggarakan acara bertaraf internasional pada tanggal 5-8 Maret yaitu Gaikindo Commercial Vehicle ketika korban di seluruh dunia ada tanggal 5 Maret sejumlah 98. 425 dan pada tanggal 8 Maret 109.991 (https://www.worldometers.info/coronavirus/). Hal ini dilakukan meskipun tanggal 2 Maret pasien pertama Corona ditemukan dan diumumkan. Presiden saat itu menyatakan kita sudah siap. Artinya kesiapan tersebut tidak mencakup menghindari atau tidak membuat kerumunan karena acara bertaraf internasional tetap dilakukan=” tulis YLBH.

Tanggal 3 Maret Presiden bahkan menyampaikan masyarakat tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa saat korban seluruh dunia telah mencapai 93.016 dan kematian yang dilaporkan 3.202 (https://www.worldometers.info/coronavirus/).

“Hingga saat ini tidak ada pernyataan kedaruratan sesuai prosedur yang dibuat oleh Pemerintah seiring belum adanya Peraturan Pemerintah tentang penetapan kedaruratan tersebut. Padahal sejak tanggal 10 Maret Dirjen WHO telah meminta Presiden agar Indonesia menetapkan tanggap darurat,” lanjutnya.

Berdasarkan hal-hal di atas YLBHI menyampaikan, pemberlakuan situasi darurat, termasuk karantina, secara diam-diam tidak saja perbuatan curang menghindar dari kewajiban tetapi juga membahayakan rakyat khususnya yang miskin dan rentan.

“Hak untuk dipenuhi pangan dan kebutuhan lainnya selama masa darurat menjadi tidak ada tetapi mereka justru dikriminalkan karena tidak mengikuti status darurat, yang sebenarnya belum ada,” pungkasnya

Berita Terkait

Tabulasi Hilang, Bawaslu RI; Ini Jelas Masalah
Keterwakilan Perempuan dalam Pemilu Legislatif 2024 Kab. Garut
Panwascam Banyuresmi Siap Awasi Kampanye Terbuka, Kesiapan PKD dan PTPS jadi Prioritas
Partisipasi Generasi Muda dalam Terciptanya Pemilu Demokratis
Penanganan Kejahatan Asusila Pada Anak di Bawah Umur
Didatangi Semua Capres, Pimpinan Ponpes Cipasung Pilih Ganjar-Mahfud
Selain Imbau Peserta Pemilu Taati Aturan Masa Kampanye, Panwas Cibiuk Perkuat Sinergitas Antar Lembaga
Keberhasilan Pemilihan Umum dan Peranan Strategis Desa sebagai Mitra Penggerak
Berita ini 6 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 8 Maret 2024 - 22:18 WIB

Tabulasi Hilang, Bawaslu RI; Ini Jelas Masalah

Jumat, 8 Maret 2024 - 13:33 WIB

Keterwakilan Perempuan dalam Pemilu Legislatif 2024 Kab. Garut

Sabtu, 3 Februari 2024 - 23:15 WIB

Panwascam Banyuresmi Siap Awasi Kampanye Terbuka, Kesiapan PKD dan PTPS jadi Prioritas

Kamis, 7 Desember 2023 - 14:09 WIB

Partisipasi Generasi Muda dalam Terciptanya Pemilu Demokratis

Rabu, 6 Desember 2023 - 21:43 WIB

Penanganan Kejahatan Asusila Pada Anak di Bawah Umur

Rabu, 6 Desember 2023 - 00:17 WIB

Didatangi Semua Capres, Pimpinan Ponpes Cipasung Pilih Ganjar-Mahfud

Rabu, 29 November 2023 - 14:40 WIB

Selain Imbau Peserta Pemilu Taati Aturan Masa Kampanye, Panwas Cibiuk Perkuat Sinergitas Antar Lembaga

Sabtu, 28 Oktober 2023 - 20:48 WIB

Keberhasilan Pemilihan Umum dan Peranan Strategis Desa sebagai Mitra Penggerak

Berita Terbaru

Tugu Tugu di Kota Tasikmalaya (Foto: Istimewa)

Cek Fakta

Menelusuri Jejak Sejarah Lewat Tugu Ikonik Tasikmalaya

Minggu, 7 Jul 2024 - 10:17 WIB