Kampung Nyalindung, namanya kini viral di berbagai media, Kampung kecil di Desa Ngamplang Kecamatan Cilawu Kabupaten Garut ini tiba-tiba mengisi lini masa pemberitaan. Pasalnya, satu tindakan diskriminatif yang telah memantik berbagai simpati publik telah terjadi di kampung ini, yaitu tindakan sewenang-wenang dari aparat Pemerintah Kabupaten Kabupaten Garut yang menyegel sebuah masjid milik Jamaah Muslim Ahmadiyah Cabang Nyalindung yang masih dalam proses pembangunan.
Dasar hukum yang dikemukakan tidak lain adalah SKB 3 Menteri Nomor 199 Tahun 2008 dan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011.
Sungguh ironi dan berbanding terbalik dengan nama kampung ini sendiri, “Nyalindung” yang jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia adalah berlindung atau bisa juga berarti mencari perlindungan. Kampung Nyalindung merupakan sebuah daerah di dataran rendah atau “lebak” dalam Bahasa Sunda, dengan alamnya yang mempersona, berada dalam naungan/lindungan pohon-pohon yang cukup besar di sekelilingnya.
Semestinya, kampung ini adalah tempat yang menjadikan warganya aman terlindung, namun kenyataannya tidak demikian bagi warga Jamaah Ahmadiyah yang berdiam di kampung ini. Kehidupan dan hak-hak mereka kini dan bahkan sudah sejak lama terusik dan tak lagi terlindung.
Apa yang sebenarnya terjadi di Kampung Nyalindung Garut?
Hari Kamis, 6 Mei 2021 sekitar pukul 13.30 telah terjadi tindakan diskriminatif dan inkonstitusional oleh Bupati Garut yang mengeluarkan Surat Edaran Bupati tentang Pelarangan Pembangunan Masjid dan Aktivitas Jamaah Ahmadiyah di Kampung Nyalindung, Desa Ngamplang Kecamatan Cilawu Kabupaten Garut.
Siang itu, petugas Satpol PP bersama unsur FORKOMPIMCAM Cilawu menutup masjid dengan memasang garis pembatas (Line) atau menyegel masjid yang masih dalam proses pembangunan.
Sebelum penyegelan ini, memang sudah terdengar adanya provokasi, yaitu laporan ke Polsek Cilawu bahwa akan ada kegiatan pengecoran masjid Ahmadiyah di Nyalindung, padahal sebenarnya tidak ada pengecoran.
Dan pada tanggal 25 April 2021 datang sejumlah massa dari luar kampung Nyalindung yang tidak jelas dari mana atau ormas mana dan meminta penghentian pembangunan masjid. Saat itu, massa datang sekitar jam 8 atau 9 pagi. Warga Jamaah Ahmadiyah Nyalindung berkumpul di depan Masjid yang akan dirusak massa.
Namun, warga Jamaah Ahmadiyah tetap berusaha tenang dan menahan diri agar tidak terjadi keributan atau kekerasan, saat itu hadir pula pengurus JAI dari Cabang Garut beserta Mubaligh Ahmadiyah.
Kemudian tanggal 29 April 2021, Ketua Pembangunan Masjid Asep Nanu dan Ketua RW 02 Teten Suhendra menemukan adanya pemberian tanda dengan pita kuning pada rumah-rumah warga non Ahmadi. Ketika ditelusuri dan dicari tahu pelakunya, ditemukan jawaban bahwa pemberian tanda pita kuning tersebut adalah untuk menjaga keamanan.
Sontak hal ini membuat warga Jamaah Ahmadiyah Nyalindung menjadi resah, pasalnya masih ada rasa trauma dalam diri warga Ahmadi karena jauh beberapa tahun lalu, pernah ada Ormas yang mengancam untuk “duruk (bakar) ahmadi”, paehan (bunuh) ahmadi”.
Ketua Lajnah Imailah atau Perempuan Ahmadiyah Cabang Nyalindung, Kania Hayati, dalam derai airmata berujar.
“Kami semua secara fisik alhamdulillah selamat, tapi hati kami terluka, kami merasakan kesedihan yang teramat dalam, rasa kecewa dan takut serta resah juga kami rasakan. Ada anggota yang lemah mentalnya sampai jatuh sakit. Kami sedang begitu bersemangatnya mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk membangun masjid, tapi malah disegel,” katanya.
“Kami kecewa sekali dengan adanya tindakan ini. Kami tidak menginginkan apa-apa, kami hanya ingin bisa hidup dan beribadah dengan tenang seperti orang lain. Kami ingin kembali hidup berdampingan dengan sesama seperti sebelumnya, karena sebelum ada kejadian ini, hubungan kami dengan warga sekitar baik-baik saja, kegiatan-kegiatan seperti pengajian, pendidikan tarbiyat, shalat Jumat dapat kami laksanakan di rumah salah satu anggota. Kami hidup berdampingan dan saling membantu dengan warga sekitar. Warga Ahmadi selalu terlibat dalam kerja bakti, donor darah di Kecamatan, membantu memberikan sumbangan dalam acara-acara khusus seperti rajaban dan lainnya. Tapi sekarang, mengapa kejadian seperti ini? Kami hanya ingin hidup dan beribadah dengan tenang,” lanjutnya.
Ya, sebagai manusia biasa sangat wajar perasaan itu muncul, namun, di balik ujian yang kini dihadapi, jiwa-jiwa tegar nampak begitu jelas, ikhlas dan berpasrah diri kepada Allah Ta’ala semata, itulah jalan yang mereka tempuh. Warga Ahmadiyah Nyalindung sangat yakin akan pertolongan Allah Ta’ala atas diri mereka yang hanya ingin menjadi hamba-Nya yang setia, taat dalam ibadah-ibadah kepada-Nya, berbuat baik kepada sesama.
Kepasrahan dalam doa-doa inilah yang membuat warga Ahmadiyah Nyalindung tetap tenang dan sabar dalam menghadapinya, kekuatan pun semakin mereka rasakan, tatkala doa demi doa dan dukungan berdatangan. Simpati berbagai pihak terus bermunculan. Banyak Ormas, OKP, serta para tokoh yang memberi dukungan moril dan bantuan lainnya. Pemberitaan di media massa telah tersebar begitu cepat dan masif. Upaya hukum pun tentu akan di tempuh untuk membela hak-hak warga Ahmadiyah Nyalindung Garut.
Semoga Allah Ta’ala mengaruniakan pertolongan yang khas kepada warga Ahmadiyah Nyalindung. Semoga jalan keluar terbaik hadir dan memenuhi rasa keadilan anak-anak negeri yang hanya ingin hidup dan bisa beribadah dengan aman dan nyaman di tanah kelahiran mereka sendiri.
Ai Yuliansah
Pengurus DPD Lajnah Imailah (Perempuan Ahmadiyah) Kab. Garut