Mengenal Sejarah Warga Adat Karuhun Urang

- Penulis

Kamis, 1 Desember 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pupuhu Warga Adat Sunda WIwitan Garut Abah Endan, Foto: Bajga / Gentra Priangan

i

Pupuhu Warga Adat Sunda WIwitan Garut Abah Endan, Foto: Bajga / Gentra Priangan

Gentra Priangan – Warga Adat Karuhun Urang (AKUR) adalah orang yang masih memegang teguh ajaran sempurna dari para leluhurnya. Warga Akur berada di kampung Pasir Desa Cinta Karya yang sebelumnya disebut Desa Cintarayat, Kecamatan Samarang Kabupaten Garut.

Awalnya ajaran leluhur yang disebut atikan daya sampurna (ajaran kekuatan sempurna) atau ada juga yang menyebutnya ilmu kebatinan didirikan oleh ke 4 tokoh leluhur. Lembur Pasir ada pada abad ke 17 diantaranya: yang pertama Embah Jaya Wiguna, kedua Abah Jangkung, ketiga Ma Emupuh, dan yang keempat Abah Ratma Wijaya biasa disebut Abah Wiratma

Abah Wiratma lahir pada abad ke 18, tahun 1840 Masehi dan meninggal dunia pada tahun 1965 M, saat musim bunga. Saat Abah Wiratma menginjak usia 12-13 tahun, dirinya sering kali nyepi diri tirakat senin kamis dan berpuasa. Suatu waktu ayahnya menanyakan keinginan apa yang ingin dicapainya sehingga sering kali melakukan tirakat.

Keinginnan Abah Wiratma yaitu memiliki ilmu kesempurnaan hidup dan menjadi sejatinya manusia. Yang mana menurut percakapan sepuh (orang tua) sejatinya manusia itu ketika memiliki keinginan harus tirakat, agar apa yang dimaksudkan dapat tercapai. Dibarengi dengan ikhtiar, sabar dan jujur, harus teguh dengan pendirian diri sendiri.

Dengan begitu tujuan dari abah Wiratma ini yaitu ingin menjadi orang yang berguna bagi Nusa, Bangsa dan Negaranya. Namun ia belum tahu harus berbuat apa dan harus kemana, sehingga ia bermaksud meminta petunjuk dari ayahnya. Mendengar keinginna dari anaknya, sang ayah sangat bahagia karna putranya itu memiliki tekad yang mulia berbeda dari yang lain.

Petunjuk yang diberikan ayahnya yaitu pertama-tama harus terus membuka jalan dengan mengikuti dan menelusuri jejak langkah yang dulu. Mencari pesan tersembunyi sampai menemukan akar dari pesan tersebut supaya dapat dimengerti dan dipahami tujuan utamanya agar teguh pada pendirian diri sendiri dan tidak mudah dipengaruhi orang lain.

Kedua Harus mencari tempat belajar yang terkenal, pesantren terkenal dengan ilmu pengetahuannya yang luas dan kaya. Sehingga pengetahuannya tak hanya ilmu lahir saja tetapi ilmu batinnya juga dapat dan harus bisa mendalaminya.

Sebelum adanya pengaruh dari berbagai Negara, karuhun orang sunda sudah punya keyakinan kepercayaan kepada Gusti Sikang Sawiji Wiji (Tuhan satu satunya). Ketekunannya untuk mencapai cita-cita, Abah Wirama sudah puluhan tahun berkelana mempelajari dan memahami ilmu pengetahuan ke tiap pesantren terkenal.

Menginjak umur ke 25 tahun, Abah Wiratma memiliki kesadaran bahwa dirinya sudah tidak pantas lagi diurus oleh kedua orang tuanya, dan sudah sepantasnya ia memiliki teman hidup untuk membersamainya hingga hari tua.

Baca Juga :  Pendaftaran Pemilihan Putera Puteri Batik Jawa Barat 2023 Diperpanjang

Pada suatu waktu seorang pemuda bertemu dengan seorang gadis dari Banyuresmi bertatap muka hingga membuat keduanya mematung. Apalagi si Gadis hanya sebagai tamu di tempat tersebut sehingga tak berani memulai percakapan, karena malu wajah si Gadis memerah.

Keduanya memiliki ketertarikan satu sama lain, apalagi si Pemuda yang kini sudah ada keinginan memiliki seorang teman hidup. Si Pemuda memberanikan diri bertanya lebih dulu kepada gadis dihadapannya dengan maksud ingin serius terhadapnya.

Dengan wajah malunya si gadis menjawab bahwa ia masih lajang dan belum ada pria yang mengikatnya, gadis ini bernama Jiah keluarga dari pesantren adiknya pimpinan pesantren yang bernama Ama Cipicung, yang terkenal banyak santrinya.

Pemuda itu pun tertarik untuk ke pesantren lagi melanjutkan pendidikannya. Ama Cipicung Cipicung merasa terkejut dengan kecerdasan si pemuda yang mudah paham dan mengerti terhadap tujuan yang diajarkan oleh kyai tersebut. Beberapa lama kemudian si Pemuda menikah dengan adiknya pimpinan.

Pemuda itu pun membawa sang istri menetap di Pasir. Setelah memiliki rumah sendiri banyak orang yang datang untuk menjadi muridnya dari berbagai daerah. Ada yang dari Cibatu, Limbangan, dan juga dari Malangbong. Bahkan ada juga yang datang hanya untuk sekedar menguji seberapa tinggi ilmu yang dimilikinya.

Keadaan Abah Wiratma mulai menua, di tambah banyaknya tokoh-tokoh yang memiliki tujuan yang sama, namun Abah Wiratma tidak ada keinginan untuk membuka padepokan ataupun pesantren meskipun banyak yang mendukung. Namun saat itu masih adanya penjajah Belanda yang merajalela pada pribumi dan dirinya juga punya pendirian agar sampai pada tujuan terpaksa harus sembunyi-sembunyi.

Pada satu waktu tokoh dari tiap-tiap daerah berkumpul di Mama Cipicung saling sharing ilmu dan merencanakan cara untuk bisa terbebas dari penjajahan agar merdeka lahir batin. Dari luar terdengar ada yang memberi salam dan ternyata seorang pria dengan pakaian compang camping.

Pria tersebut diajaknya masuk kedalam rumah oleh Ama Cipicung dan diberinya makan, setelah itu Ama langsung bertanya Nama dan berasal dari mana pria tersebut serta apa tujuannya datang ke rumah Ama.

Pria itu menjawab bahwa namanya Madrais, tinggal di Dayeuh Maneuh Karang Pamidangan di Cigugur Kuningan. Bermaksud ingin mencari ilmu dan ingin memiliki ilmu kesempurnaan hidup, ingin mengetahui sejatinya manusia, bagaimana caranya berserah diri pada yang maha kuasa dan menerima apa yang sudah menjadi takdirnya.

Baca Juga :  Patut Diapresiasi! MATSAMA MA PK Al-Hikmah Melalui Podcast

Ama Cipicung bertanya lagi terkait asal usulnya Madrais, dan ternyata Madrais merupakan turunan ke 10 dari Pangeran Kerajaan Gebang Kinatar atau yang menjadi Raja setelah Kesultanan Cirebon dibagi menjadi 3. Dari Basisir Kaler sampai Basisir Kidul, dari Kuningan hingga Cijulang, daerah Basisir Kidul sengaja tidak dibagikan dan mendirikan kerajaan.

Kerajaannya dipimpin oleh Pangeran Wira Suta Jaya, lama kelamaan dikarenakan anggapan dari pemerintah Belanda yang menganggap musuh serta tidak adanya dukungan untuk pihak Belanda, kerajaan Gebang di hancurkan dan dibumihanguskan Sebagai taruhan laki-laki satu satunya Madrais punya keteguhan untuk meneruskan ajaran.

Setelah mengetahui silsilah keluarga Madrais, Ama Cipicung bermaksud untuk mengangkat Madrais sebagai pimpinan di Cipicung. Selama Madrais ada di Cipicung bukan Ama yang mengajar tetapi Madrais. Pada saat mengajar berbagai macam ilmu kesempurnaan hidup, seringnya membahas kebangsaan untuk melestarikan lemah cai sorangan (lingkungan sekitar).

Setelah bebepa lama kemudian, Madrais berpamitan untuk pulang ke Cigugur, tak lama setelahnya terdapat kabar bahwa Madrais di hukum di buang ke Marauke, ke tanah merah selama 8 tahun hingga membuat keduanya putus hubungan.

Saat umur Ama Cipicung bertambah tua, ia berpesan kepada adiknya yaitu Abah Wiratma bahwa dimana Ama sudah tidak ada, Abah Wiratma harus mengikuti Juragan ke Cigugur yang namanya Madrais.

Abah Wiratma giat menekuni ajaran yang sudah diterimanya di gabung dengan hasil dari pesantrennya sampai jadi satu buku lalakon. Melakoni asal usulnya hidup manusia, kehidupan manusia dan tempat berpulangnya manusia, yang berjudul “Wawacan Sawang”.

Tak lama waktu berselang, terdapat kabar Madrais sudah pulang dari hukumannya bahkan jadi petani bawang merah. Abah Wiratma bersama murid-muridnya berangkat ke Cigugur untuk melanjutkan ajaran. Dari sana dapat petunjuk harus kukuh pengkuh  ngadeug dina wanda sorangan yang berarti harus memegang teguh pendirian diri sendiri.

Tri tangtu (Pikukuh 3) kumaha sangkan manunggal :

  1. Tri tangtu dina raga : tekad, ucap, lampah
  2. Tri tangtu di Nagara : Nusa, Bangsa, Negara
  3. Tri tangtu di Buana : Manusia, Alam, yang maha kuasa (eka cipta karsa)

Untuk merealisasikan tri tangtu langkah-langkanhya harus percaya kepada Gusti Sikang Sawiji-wiji (tuhan yang maha kuasa), ngaji badan, akur, rukun pada sesama, hidup jangan berpisah dari musyawarah mufakat, dan harus gotong royong.

Tungtunan tri geuing:

  1. Dasa Pasanta
  2. Dasa Kreta
  3. Dasa Prabakti

Seperti itulah riwayat atau asal mulanya adanya warga adat karuhun urang (AKUR).

Berita Terkait

Pelatihan Pembuatan Sabun Cuci Piring, Mahasiswa KKN Kelompok 28 Uninus
Akses Jalan Singaparna Menuju Cigalontang Putus Akibat Banjir
Citimall Garut Perkenalkan Tenant Nasional Baru, KKV Siap Manjakan Pengunjung
Siswi SMK Maarif NU Bandung Raih Juara 2 Deklamasi Puisi Bahasa Prancis
Diusung Santri dan Jaringan Masyarakat Sipil, Andi Ibnu Hadi Mantap Maju Pilwalkot Tasikmalaya
Terinspirasi Perjuangan Kartini, Tsoht Rilis Single Terbaru
Masa Akhir Tahapan Pemilu 2024, Panwascam Cibiuk Gelar Press Release Hasil Kerja Pengawasan
Cek Kelayakan Kendaraan Dilakukan Petugas Antisipasi Kecelakaan
Berita ini 320 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 27 Agustus 2024 - 21:18 WIB

Pelatihan Pembuatan Sabun Cuci Piring, Mahasiswa KKN Kelompok 28 Uninus

Kamis, 13 Juni 2024 - 01:42 WIB

Akses Jalan Singaparna Menuju Cigalontang Putus Akibat Banjir

Jumat, 7 Juni 2024 - 16:39 WIB

Citimall Garut Perkenalkan Tenant Nasional Baru, KKV Siap Manjakan Pengunjung

Jumat, 3 Mei 2024 - 18:21 WIB

Siswi SMK Maarif NU Bandung Raih Juara 2 Deklamasi Puisi Bahasa Prancis

Minggu, 21 April 2024 - 16:40 WIB

Terinspirasi Perjuangan Kartini, Tsoht Rilis Single Terbaru

Minggu, 31 Maret 2024 - 22:28 WIB

Masa Akhir Tahapan Pemilu 2024, Panwascam Cibiuk Gelar Press Release Hasil Kerja Pengawasan

Rabu, 20 Maret 2024 - 12:10 WIB

Cek Kelayakan Kendaraan Dilakukan Petugas Antisipasi Kecelakaan

Minggu, 10 Maret 2024 - 20:10 WIB

Awal Ramadan 1435 Jatuh Pada Hari Selasa 12 Maret 2024

Berita Terbaru

Tugu Tugu di Kota Tasikmalaya (Foto: Istimewa)

Cek Fakta

Menelusuri Jejak Sejarah Lewat Tugu Ikonik Tasikmalaya

Minggu, 7 Jul 2024 - 10:17 WIB