Garut – Mungkin banyak yang belum tahu kalau di Garut ada sebuah perkampungan warga yang dihuni oleh sejumlah manusia albino.
Tepatnya di sebuah Kabuyutan yang bernama Mandala Srimanganti yang bertempat di Kampung Ciburuy, RT/RW 001/005, Desa Pamalayan, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang tidak jauh dengan pusat kota Garut, hanya berjarak sekitar 23 km.
Mandala adalah sebuah lembaga pendidikan formal zaman pra-Islam yang berjaya pada masanya. Masyarakat sekitar sering menyebutnya dengan Kabuyutan Ciburuy atau Situs Ciburuy, yang memiliki rumah adat/panggung.
Kabuyutan Ciburuy ini berada di kaki Gunung Cikuray, karena gunung ini merupakan salah satu bukti sejarah berdirinya Mandala Srimanganti yang awalnya nama gunung ini adalah Gunung Larang Srimangati yang dulunya ada sebuah Mandala yaitu pemukiman pendeta.
Tujuan adanya Mandala Srimanganti ini dahulunya untuk belajar/mencari ilmu dan asal mula adanya tradisi menulis waktu Kerajaan Padjadjaran abad ke-17.
Keunikan yang ada di Kabuyutan Ciburuy ini adalah masyarat Albino atau bisa juga disebut Sunda-Walanda yang merupakan titisan atau keturunan Belanda pada zaman penjajahan dulu yang hingga sekarang menjadi salah satu ciri khas masyarakat Ciburuy.
Namun, tidak semua warga mengalami fenomena ini, hanya beberapa orang saja, dan hanya terjadi pada anak-anak, orangtuanya seperti manusia normal biasanya.
Hingga sekarang kurang lebih ada dua puluh orang yang mengalami Albino ini.
Salah satu anak yang mengalami Albino ini adalah Jajang Gunawan, anak dari Ibu Siti dan Bapak Ujang (Juru Kunci Kabuyutan Ciburuy).
Jajang sekarang berusia tiga tahun, layaknya seperti orang luar negeri dengan kulit putih, berambut pirang, dan mata biru.
Menurut Ibu Siti saat ditemui di halaman Kabuyutan mengungkapkan, saat mengandung, ia bermimpi akan melahirkan anak albino atau titisan Belanda.
“Iya, saya sempat bermimpi saat mengandung Jajang. Intinya saya bakal melahirkan anak albino”, ucapnya kepada gentrapriangan.com, Minggu (17/3/2019).
Ibu Siti menuturkan, dalam kehidupan sehari-hari anaknya biasa saja seperti halnya anak-anak yang lainnya.
“Kalau ada yang jualan eskrim, Jajang bisa habis limas eskrim seharinya, belum lagi dirumah ada simpanan eskrim di kulkas”, ujarnya.
Kehidupan mereka biasa saja layaknya seperti masyarakat lainnya, namun, hanya silau/merasa panas saja jika terpancar oleh sinar matahari.
“Kalau main cuman suka silau, jadi suka kepanasan kalau lama-lama diluar”, tuturnya.