Makna Filosofis di Balik Ketupat, Makanan Khas Lebaran

- Penulis

Kamis, 13 April 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto Ketupat-Pinterest

i

Foto Ketupat-Pinterest

Gentrapriangan- Ketupat merupakan makanan khas asal Indonesia yang menjadi hidangan wajib setiap perayaan Hari Raya Idul Fitri. Tidak lengkap rasanya apabila saat lebaran, tidak tersaji ketupat di meja makan.

Ketupat terbuat dari beras yang terbungkus dengan anyaman daun kelapa muda dengan isian bumbu khas. Biasa berpadu dengan opor ayam, rendang atau hidangan lainnya. Namun, makanan ini memiliki filosofi yang dalam, yang menjadikannya lebih dari sekedar makanan khas.

Ketupat pertama kali diperkenalkan oleh salah seorang wali songo yang sangat terkenal di Pulau Jawa, yakni Sunan Kalijaga. Dalam penyebarannya, Sunan Kaliaga memperkenalkan budaya yang kemudian terkenal dengan “Ba’da Kupat” pada masyarakat Jawa.

Baca Juga :  Sugema Raya Rekomendasi Tempat Munggahan Bersama Keluarga

Dalam Bahasa Jawa, kata ketupat atau kupat merupakan akronim dari kata “Ngaku Lepat” yang artinya mengakui kesalahan. Saat hari raya Idul Fitri, harapannya umat islam mau mengakui kesalahan dan kekhilafan yang telah berlalu juga memaafkan kesalahan orang lain.

Ngaku lepat ini bersamaan dengan tradisi sungkeman yang mengajarkan kita betapa pentingnya menghormati orang tua, intropeksi kesalahan diri pribadi, bersikap rendah hati, serta memohon ampunan dan keihlasan dari orang lain, terutama orang tua.

Sebagai makanan yang populer saat lebaran, ketupat pun menjadi simbol persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia. Filosofi ini tercermin dari bagaimana cara membuat makanan ini, yaitu dengan cara merajut daun kelapa muda yang melambangkan kesatuan dalam perbedaan.

Baca Juga :  Waroeng Ki Abah, Tempat Hang Out Favorit di Garut

Ketupat merupakan wujud dari persatuan, kerukunan, serta kebersamaan, yang selalu ada di tengah-tengah masyarakat Indonesia, khususnya saat perayaan Hari Raya Idul Fitri. Selain itu, juga melambangkan rasa syukur serta kesederhanaan. Bahan dasarnya yang hanya beras dan daun kelapa muda yang banyak tersedia dan sangat sederhana.

Beberapa makna filosofis yang terkandung dalam ketupat ini sebaiknya tidak hanya berlaku saat hari raya Idul Fitri saja, namun juga bisa aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Makanan ini mengajarkan kita untuk mengakui kesalahan, saling memaafkan, bersyukur, sederhana, dan juga tentunya menghormati orang tua.

Berita Terkait

IKM Dodol Kandangan akan Studi ke Garut
Seni Nyarere, kerajinan Kreatif dari Lidi Kelapa Khas Ciamis
Genjring Ronyok, Tradisi Buhun yang Masih Bertahan
Tari Sulintang, Tarian Khas dengan Iringan Bambu
Tari Topeng Ciawi, Seni Tari yang Perlu Dilestarikan
Seni Sunda Lais, Budaya Khas Garut yang Menantang
Ngabreg, Tradisi Tangkap Ikan di Garut saat Akhir Tahun
Warisan Budaya Takbenda Jawa Barat, Ada Upacara Hajat Arwah
Berita ini 103 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 1 Maret 2024 - 07:30 WIB

IKM Dodol Kandangan akan Studi ke Garut

Selasa, 30 Januari 2024 - 16:24 WIB

Seni Nyarere, kerajinan Kreatif dari Lidi Kelapa Khas Ciamis

Jumat, 26 Januari 2024 - 20:41 WIB

Genjring Ronyok, Tradisi Buhun yang Masih Bertahan

Sabtu, 20 Januari 2024 - 13:18 WIB

Tari Sulintang, Tarian Khas dengan Iringan Bambu

Jumat, 19 Januari 2024 - 16:21 WIB

Tari Topeng Ciawi, Seni Tari yang Perlu Dilestarikan

Sabtu, 13 Januari 2024 - 12:47 WIB

Seni Sunda Lais, Budaya Khas Garut yang Menantang

Minggu, 31 Desember 2023 - 19:54 WIB

Ngabreg, Tradisi Tangkap Ikan di Garut saat Akhir Tahun

Senin, 19 Juni 2023 - 13:01 WIB

Warisan Budaya Takbenda Jawa Barat, Ada Upacara Hajat Arwah

Berita Terbaru

Tugu Tugu di Kota Tasikmalaya (Foto: Istimewa)

Cek Fakta

Menelusuri Jejak Sejarah Lewat Tugu Ikonik Tasikmalaya

Minggu, 7 Jul 2024 - 10:17 WIB