Garut – Peringatan Hari tani Nasional yang bertepat pada tanggal 24 September 2020 seharusnya menjadi momentum kebangkitan dan peningkatan kesejahteraan bagi para petani.
Tetapi nasib para petani di Garut justru malah berbanding terbalik di tengah kondisi masih berlangsunya pandemi, petani merasa kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi dan mendisrtribusikan hasil pertaniannya.
Untuk itu PC PMII Kabupaten Garut melakukan rangkaian kajian untuk membedah permasalahan di sektor petanian dari berbagai sudut pandang. Dan membuka posko pengaduan bagi masyarakat terkait kebijakan pemerintah.
“Merespon permasalahan tersebut Bupati Garut seolah bercanda, dan malah menyuruh para petani untuk menanam cabai merah, seperti yang diberitakan dalam salah satu media online,” ujar Bendahara PC PMII Kabupaten Garut, Nazmi Fauzan, Jumat, (25/9/2020) dalam keterangan rilis yang diterima redaksi.
Lebih lanjut, bupati katanya akan membuka akses pemasaran ke salah satu perusahaan ternama.
Pernyataan tersebut tidaklah etis, apalagi disampaikan oleh seorang bupati sebagai pemangku kebijakan di saerah.
Patut dipertanyakan dasar daripada pernyataan tersebut, apakah didasari hasil analisis dan survei yang matang, atau justru asal bunyi saja.
“Di takutkan dengan adanya statment tersebut dapat mempengaruhi orientasi petani untuk menanam cabai secara serentak, tanpa diperhitungkan dengan potensi dan permintaan pasar,” ungkapnya.
Seharusnya kondisi tersbut tidak mesti terjadi, sambung Nazmi, apabila Bupati Garut serius dalam meningkatkan kesejahteraan petani, salah satunya melalui penguatan kelembagaan petani yang sudah diatur dalam Permentan No.67 Tahun 2016. Bupati melalaui SKPD terkait bertanggung jawab dalam mengimplementasikan peraturan tersbut.
Patut dipertanyakan pula bagaimana bupati menerjemahkan permentan tersebut.
“Setidaknya melalui optimalisasi kelembagaan petani, Pemkab dapat memberikan arahan kepada petani melalui penyuluh pertanian yang tersebar di setiap Kecamatan dan Desa. Dengan adanya edukasi maajemen bisnis kepada kelompok tani tentu akan menstabilkan ragam komoditas pertanian dan meminimalisir tumpah ruahnya salahsatu komoditas hasil pertanian yang akan berujung pada anjlok nya harga seperti yang terjadi sekarang ini,” tegasnya
Namun sayangnya, eksistensi kelompok tani masih sangat minim. Diantara penyebabnya ialah kurangnya kesadaran masayarakat dalam berorganisasi dan banyaknya kelompok tani siluman, sehingga patut dipertanyakan darimana Dinas Pertanian menyusun RDKK, apakah berdasarkan usulan kelompok tani atau sebatas ditulis diatas meja untuk melengkapi kebutuhan administrati saja.
Pada ruang ligkup struktur dan kelembagaan pun kelompok tani hanya jadi lahan konflik kepentingan aparatur desa, ditambah minimnya tenaga penyuluh serta minimya pendampingan dan pengawasan dari Dinas Pertanian.
Kompleksitas permasalahan pertanian tersebut seharusnya diperhatikan oleh Bupati dari hulu hingga hilir. Persoalah kesadaran masyarakat dan struktur kelembagaan petani merupakan dua hal yang saling keterkaitan.
“Bupati perlu membuat kebijakan yang jelas dalam mengimplementasikan permentan tersebut, sehingga mendorong sistem pertanian yang terintegrasi,” jelasnya.