Melestarikan kebudayaan itu wajib jangan sampai menghilangkan keanekaragaman negara ini. Indonesia merupakan negara yang kaya akan budayanya maka dari itu kita sebagai masyarakatnya harus mampu menjaga dan melestarikan kebudayaan itu hingga sampai kapan pun. Kebudayaan tersebut merupakan jati diri dari bangsa ini, sama seperti halnya Kampung Dukuh, merupakan kampung adat yang bertempat di Desa Ciroyom, Kecamatan Cikelet Garut. Sama seperti Kampung Naga yang dimana masih memegang kental adat istiadatnya.
Kampung ini di dirikan oleh seorang ulama Syeikh Abdul Jalil, kampung ini terdiri dari 42 rumah dan 1 bangunan Mesjid. Terdiri dari 40 Kepala keluarga serta jumlah penduduk 172 orang untuk Kampung Dukuh Dalam dan 70 kepala keluarga untuk Kampung Dukuh Luar.
Masyarakat kampung dukuh bertahan hidup dengan mata pencaharian bertani, beternak ayam, bebek, kambing, domba, kerbau, memelihara ikan dan usaha penggilingan padi. Selain itu bahasa dan tutur perilaku dari kampung ini masih sederhana. Anak anak di kampung ini mengaji 5 kali dalam 1 hari, mereka tetap bersemangat walaupun penerangan hanya menggunakan lampu lentera
Banyak masyarakat awam belum mengetahui dan mengenal jauh tentang kampung dukuh. Tapi kampung ini menjadi salah satu kampung terkenal di Garut sama seperti Kampung naga. Masyarakat disini sungguh kental sekali dengan nilai – niali ajaran islamnya. Sehingga sebagian banyak masyarakat sekitar Garut dan luar Garut mendatang kampung ini selain untuk mengunjungi tetapi masyarakat juga bisa berziarah ke makam kharomah yang di laksanakan pada hari Sabtu. Selain itu Kebudayaan dan Adat Istiadat disini masih terjaga sangat baik.
Makam tersebut adalah makam Syeikh Abdul Jalil, eyang Hasan Husein dan sesepuh kampung dukuh tersebut. Yang dimana jika ingin berziarah ke tempat tersebut Peziarah harus mengikuti aturan yakni peziarah baik laki-laki ataupun perempuan diharuskan mandi, berwudu serta selama dimakam tidak boleh kentut, meludah, dan buang air kencing,menyelonjorkan kaki ke arah Utara Karena disana terdapat makam Syeikh Abdul Jalal.
“Misalnya orang menyelonjorkan kakinya ke sebelah Utara itu tidak boleh, mengerti?memang struktur keadaan hukum dilihat dari segi akhlaknya karena itu adalah makam, secara battiniyyah juga dzahiriyyah seperti itu” Ucap Bapak Sa’in yang dimana merupakan salah satu warga kampung adat dukuh.
Di kampung ini tidak diperkenankan adanya listrik dan barang-barang elektronik Alat makan yang dianjurkan terbuat dari pepohonan dan alam sekitar. Misalnya terbuat dari bambu, batok kelapa dan kayu. Material tersebut dipercaya lebih memberikan manfaat ekonomis dan kesehatan, karena bahan tersebut tidak mudah hancur atau pecah dan dapat menyerap kotoran.
Pada hari Kamis, 5 Oktober 2006, kampung ini mengalami kebakaran hebat. Sebanyak 51 dari 96 bangunan yang ada terbakar bersama isinya. Benda pusaka yang disimpan
di Panyepenan ikut musnah pula. Para sepuh Kampung Dukuh menyebut musibah itu sebagai ”geus nepi kana ugana” (sudah sampai kepada uga-nya). Hal ini berpegang pada ramalan masyarakat Kampung Dukuh yang berbunyi : ”Di ahir jaman bakal loba parahu/ Urang Dukuh mah makena parahu belang. (Di akhir zaman nanti akan terdapat banyak perahu. Orang Dukuh akan memakai perahu belang).”
(Disarikan dari berbagai sumber)