Getra – Munggahan juga bisa dilakukan sebagai bagian dari tradisi persiapan menyambut bulan suci Ramadan. Di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Jawa, Bali, dan Sulawesi, tradisi munggahan sebelum Ramadan biasanya dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh berkah, keselamatan, dan kelancaran dalam menjalankan ibadah puasa.
Dalam tradisi munggahan sebelum Ramadan, biasanya disajikan makanan khas daerah yang dipercaya dapat memberikan keberkahan dan keberuntungan. Misalnya, di Jawa Tengah, makanan yang disajikan bisa berupa nasi krawu atau nasi grombyang yang dihidangkan bersama sate kambing atau ayam, tahu isi, sayur lodeh, dan kerupuk dan yang saat ini popular yaitu nasi liwet
Sementara itu, di Bali, tradisi munggahan sebelum Ramadan disebut dengan istilah “mapendik”, yang biasanya dilakukan di bulan Syaban. Pada mapendik, masyarakat Bali menyajikan makanan seperti nasi kuning, lawar, jaja (kue), dan buah-buahan sebagai bentuk syukur dan permohonan keselamatan sebelum memasuki bulan Ramadan.
Secara umum, tradisi munggahan sebelum Ramadan di Indonesia bertujuan untuk memperoleh berkah dan keselamatan, serta sebagai bentuk persiapan mental dan spiritual menjelang bulan suci Ramadan.
Munggahan juga merupakan tradisi yang cukup populer di Sunda atau wilayah Jawa Barat. Di Sunda, munggahan biasanya dilakukan sebelum acara pernikahan, khitanan, atau syukuran. Munggahan di Sunda memiliki beberapa perbedaan dengan munggahan di Jawa Tengah atau Jawa Timur, terutama dalam hal makanan yang disajikan.
Biasanya, dalam tradisi munggahan di Sunda, disajikan nasi liwet sebagai hidangan utama. Nasi liwet disajikan bersama dengan lauk pauk seperti ayam goreng, empal gepuk, atau ikan asin. Selain itu, juga disajikan sayur asem, sambal, dan kerupuk sebagai pelengkap.
Selain hidangan utama, juga disajikan berbagai macam penganan khas Sunda seperti kue lumpur, klepon, atau bajigur sebagai minuman. Makanan dan minuman disajikan di atas tampah atau daun pisang, dan diatur sedemikian rupa sebagai simbol kebersamaan dan kesatuan.
Dalam tradisi munggahan di Sunda, biasanya terdapat dua jenis upacara yang berbeda yaitu munggahan basa sunda dan munggahan basa jawa. Munggahan basa sunda biasanya dilakukan dengan menggunakan bahasa Sunda, sedangkan munggahan basa jawa dilakukan dengan menggunakan bahasa Jawa.
Pada saat upacara munggahan, pemimpin upacara biasanya membacakan doa atau mantra sambil menaburkan bunga atau beras di atas tampah sebagai bentuk permohonan berkat dan keselamatan. Setelah doa selesai, makanan dan minuman yang disajikan akan disantap bersama oleh keluarga dan tamu yang hadir sebagai bentuk perayaan dan kebersamaan.
Meskipun tradisi munggahan memiliki akar budaya yang sama di berbagai daerah Jawa, namun ada beberapa perbedaan dalam pelaksanaannya tergantung pada daerahnya. Berikut adalah beberapa contoh tradisi munggahan di beberapa daerah di Jawa:
1. Munggahan di Jawa Tengah
Di Jawa Tengah, munggahan biasanya dilakukan sebelum acara pernikahan atau khitanan. Biasanya, munggahan diadakan di rumah pengantin atau keluarga yang mengadakan khitanan. Pada saat upacara, keluarga dan kerabat yang hadir duduk di atas tikar yang telah diberi alas daun pisang. Selain makanan dan minuman, juga disajikan bunga dan kemenyan sebagai simbol kesucian.
2. Munggahan di Yogyakarta
Di Yogyakarta, munggahan dilakukan sebelum acara resepsi pernikahan atau sebelum khitanan. Selain makanan dan minuman, juga disajikan penganan khas Yogyakarta seperti bakpia, getuk, dan kue putu. Pada saat upacara, pemimpin upacara akan membacakan mantra atau doa sambil menaburkan beras dan bunga di atas tampah.
3. Munggahan di Jawa Timur
Di Jawa Timur, munggahan biasanya dilakukan sebelum acara syukuran atau tasyakuran. Biasanya, munggahan dilakukan di sebuah tempat yang dianggap suci seperti di makam leluhur atau di depan rumah yang baru dibangun. Selain makanan dan minuman, juga disajikan tumpeng sebagai simbol keselamatan dan keberkahan. Pada saat upacara, pemimpin upacara akan membacakan doa atau mantra sambil menaburkan beras dan bunga di atas tampah.