Tasikmalaya – Hari Tanpa Diskriminasi Sedunia atau Zero Discrimination Day diperingati setiap tanggal 1 Maret. Peringatan tahunan tersebut mengajak masyarakat untuk mengakhiri segala bentuk diskriminasi dengan menciptakan solidaritas antar sesama manusia.
Solidaritas Jaringan Kerja Antar Umat Beragama dan Bekepercayaan (Sajajar) menyampaikan, di Indonesia diskriminasi masih banyak dirasakan oleh kelompok minoritas, disabilitas, dan korban pelanggaran HAM lainnya.
“Kita masih melihat bagaimana agama dijadikan senjata untuk kepentingan politik, sehingga menyebabkan beberapa orang atau kelompok sulit untuk beribadah dan mendirikan rumah ibadah, perempuan dan disabilitas sulit untuk mengakses pekerjaannya. Inilah diskrimasi,” kata Ajat Sudrajat dari Sajajar.
Persoalan lain bisa kita temukan di Tasikmalaya, misalnya pelarangan pembangunan rumah ibadah yang dikelola oleh Ahmadiyah, pelarangan kegiatan terhadap pengamal shalawat Wahidiyah, dan Sunda Wiwitan yang tidak diakomodir dalam pendidikan agama untuk anak-anak mereka.
“Padahal setiap orang memiliki hak untuk hidup penuh dengan martabat tanpa memandang usia, jenis kelamin, seksualitas, kebangsaan, etnis, warna kulit, tinggi badan, berat badan, disabilitas, profesi, pendidikan, agama dan keyakinan, atau apapun perbedaan mereka,” ujarnya.
“Setiap orang bisa mengalami diskriminasi tanpa terkecuali, tetapi tanpa disadari orang sering melakukan diskriminasi pada orang lain atau kelompok lain karena perbedaan mereka,” lanjutnya.
Melalui Hari Tanpa Diskriminasi ini, Ajat berharap, kita semua dapat bersolidaritas untuk menghalangi siapapun yang hendak melakukan diskrimasi, sebab tidak satu orang pun yang berhak mendiskriminasi sesama.
“Pekerjaan besar untuk menjadikan lingkungan kita sebagai ruang aman yang bagi semua orang tanpa memandang perbedaan mereka, tetapi dengan melihat bahwa kita semua sama-sama manusia yang hanya menumpang hidup di bumi,” pungkasnya.