Bogor – Puraseda, sebuah desa yang berada di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani. Ada 12 Rukun Warga (RW) yang menjadi bagian Desa Puraseda.
Desa dengan 3000 kepala keluarga ini memiliki akses yang jauh dari jalan raya.
Letaknya yang jauh dari jalan raya, membuat truk-truk pengangkut sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor tidak dapat mengakses desa tersebut.
Posisinya yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan desa lain, membuat Puraseda menjadi desa yang ikut menyumbang sampah dalam jumlah besar ke sungai Cigede.
Ketua Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMASKA), Universitas Pakuan (UNPAK) Bogor, Muhammad Nur Imanudin mengatakan, sulitnya akses jalan membuat sampah tidak terkelola dengan baik
“Sangat disayangkan sampah domestiknya tidak terkelola dengan baik. Bahkan, truk pengangkut sampah pun tak dapat menjangkau tempat ini dikarenakan akses jalan yang begitu sempit,” imbuhnya.
Melihat persoalan tersebut, HIMASKA UNPAK Bogor, sejak September telah melaksanakan Program Holistik Pembinaan dan Pemberdayaan Desa (PHP2D) di Puraseda.
Kegiatan PHP2D sendiri merupakan sebuah program dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMENDIKBUD) yang diperuntukkan bagi Organisasi Mahasiswa (ORMAWA) kampus negeri maupun swasta diseluruh Indonesia.
Cegah, Pilah, dan Olah (CEU LALAH) merupakan sebuah metode yang digunakan HIMASKA dalam upaya menyelesaikan masalah sampah di Puraseda. Konsep yang sederhana dari metode CEU LALAH membuatnya mudah dipahami dan mudah diterapkan oleh semua kalangan masyarakat.
Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat (KAUR KESRA) Desa Puraseda Sukriya berharap, program CEU LALAH bukan saja mampu mengatasi masalah lingkungan, tetapi juga dapat membuka usaha baru bagi masyarakat dari pengolahan sampah, sehingga secara otomatis meningkatkan perekonomiannya.
“Program CEU LALAH adalah inisiatif yang sangat bagus. Selain menjaga lingkungan tapi juga menumbuhkan perekonomian,” harapnya.
Warga Desa Puraseda dibagi ke dalam 3 kelompok masyarakat. Warga RW 9 sampai dengan RW 12 masuk ke dalam kelompok cegah. Kelompok ini diharapkan dapat menerapkan gaya hidup minim sampah.
Selanjutnya warga RW 5 sampai dengan RW 8 masuk ke dalam kelompok pilah . Mereka bertugas untuk memilah sampah yang dikumpulkan sebelum ditampung dalam bank sampah.
Ada 4 kriteria sampah yang akan diterima yaitu sampah mudah terurai, susah terurai, minyak jelantah, dan popok bayi.
Terakhir, kelompok olah yang terdiri dari warga RW 1 sampai dengan RW 4. Peran dari kelompok ini adalah untuk mengolah hasil pilahan dari bank sampah .
Saat ini, mereka telah berhasil membuat berbagai produk olahan dari sampah yang siap jual, seperti pot bunga dari popok bayi, kursi dari ecobrick, sabun mandi dari minyak jelantah, bahkan membuat instalasi maggot BSF.
“Alhamdulillah, kehadiran mahasiswa di kampung ini sangat terasa manfaatnya. Dengan adanya program bank sampah dan ecobrick, setelah 2 bulan, lingkungan menjadi lebih rapih dan bersih,” ucap Ejeh, kader bank sampah RW 8, Desa Puraseda.
“Semoga program ini terus berjalan walaupun mahasiswa sudah pulang,” pungkasnya.