Konflik Rusia-Ukraina menjadi perbincangan hangat kekinian di berbagai kalangan masyarakat, termasuk kelompok anak muda.
Pada aras realita, konflik yang terjadi di luar negeri menyisakan pertanyaan reflektif: Mau dibawa kemana dunia ini pasca konflik berakhir? Pertanyaan ini menjadi diskusi yang menarik karena pada akhirnya akan membuka cakrawala orang muda perihal bagaimana posisi Indonesia dan orang muda itu sendiri.
Untuk membahas lebih dalam Forum Kajian Katolik Muda dan Sosial menggelar Webinar Konflik Rusia-Ukraina bertajuk “Kemana Sejarah Menikung: Perang Ukraina Dan Masa Depan Dunia”, (20/04/2022).
Kegiatan ini digelar dalam rangka tindak lanjut proses konsolidasi dan motivasi Orang Muda Katolik untuk melakukan diseminasi dan menginisiasi dialektika diskusi percaturan hubungan internasional di kalangan Orang Muda
Katolik.
Memasuki diskusi, *Pegiat Defense Heritage, Dr. Jeanne Francoise* mengungkapkan Ukraina pernah menjadi salah satu pembangunan sejarah. Sementara, asal-usul tentara Ukraina sendiri berasal dari petani yang belajar militer dan juga pendatang yang menetap.
“Rusia masih tidak rela Ukraina menjadi negara merdeka karena masih menganggap Ukraina adalah bagian dari Rusia, ditambah Kiev pernah menjadi ibukota negara Rusia” papar Jean.
Mari melihat pola, lanjut Jean, baik penyebab perang Rusia-Ukraina terjadi. “Ketika suatu negara sudah mengerti tentang apa itu defense heritage, akan punya hasrat dan kepercayaan masing-masing. NATO seharusnya memberikan statemen apakah Ukraina akan masuk sebagai anggota atau tidak” tutup Jean.
Sementara, Pegiat OMK, Cyprianus Lilik Krismantoro berpandangan bahwa Rusia sudah menyiapkan perang secara tertata dan bertahun-tahun dari segi ekonomi, pertahanan, dan persenjataan termasuk dalam pemilihan momentum perang disaat dunia masih krisis pandemi.
“Dalam peperangan ini, minyak, gas, gandum, segi transportasi, logam, microchips menjadi faktor sangat berpengaruh dan memberi dampak dalam tekanan ekonomi dunia” ujar Lilik.
Perang dingin tidak membentuk apapun, tambah Lilik, dimana situasi global kini semakin realis. “Dalam kondisi ini, kemandirian ekonomi nasional dan solidaritas bangsa akan menguatkan pertahanan suatu negara” imbuhnya.
Disisi lain, Alumni Universitas Pertahanan RI, Jutan Manik mengemukakan ada dua jenis diplomasi yang bisa dilakukan dalam perang yaitu Human Rights Diplomacy dan Security Diplomacy.
“Dalam kasus ini, Rusia menggunakan Security Diplomacy dalam perang terkait keamanan pertahanan negara Rusia” terang Jutan.
Lebih lanjut, Jutan memaparkan bahwa ada tiga urgensi kepentingan yang muncul diantaranya pembangunan nasional, keamanan dan kestabilan negara, dan menjaga keutuhan wilayah.
Bagi Jutan, posisi Indonesia dalam bersikap terhadap perang Rusia-Ukraina harus bertujuan untuk melindungi, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa, melaksanakan ketertiban dan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Indonesia dalam diplomasinya di wilayah Ukraina sudah memulangkan WNI di wilayah konflik, memberikan bantuan kemanusiaan, termasuk buat camp pengungsian.
“Saya mengajak peran anak muda konflik Rusia-Ukraina bisa membuat hastag dalam sosial media untuk membangun narasi perdamaian serta ikut berperan aktif dalam berbagai dinamika politik di luar negeri” tutupnya.
Webinar ditutup dengan memberikan closing statemen masing-masing narasumber serta berswafoto. Dalam kegiatan juga dihadiri oleh puluhan orang muda Katolik dari berbagai daerah di Indonesia.