Jakarta – Kementerian Perhubungan mengeluarkan Peraturan Menteri mengenai tarif ojek online (ojol) melalui Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor KP 348 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi, pada tanggal 25 Maret 2019 terkait tarif batas minimal dan maksimal transportasi online yamg salah satunya dinilai mampu menjaga harga tetap stabil atau tidak melambung naik ketika traffik order, hujan atau kondisi ramai.
Hal ini tentunya membuat harga yang dibayarkan komsumen ojol menjadi lebih besar dari sebelumnya.
Kini Kementerian Perhubungan kembali akan mengeluarkan regulasi baru dalam bentuk Peraturan Menteri atau surat edaran untuk mengatur diskon yang diberikan transportasi online seperti Ojol,taxi online.Hal ini tentu sempat menjadi kabar buruk untuk konsumen setia transportasi online begitupun bagi pihak aplikasi.
Pengaturan diskon ini justru dianggap akan menurunkan peminat terhadap ojol, taxi online atau gocar.
Seperti yang kita ketahui transportasi online sekarang ini sudah menjadi bagian hidup dari kaum urban terutama bagi para mahasiswa, pelajar sekolah dan para pekerja di perkotaan.
Dengan penentuan tarif yang membuat tarif per KM lebih mahal dan dengan aturan larangan diskon namun ternyata tidak mencapai win win solution justru membuat konsumen ojol berpikir kembali menggunakan ojol dan beralih ke kendaraan pribadi.
Disisi itu, Kementerian Perhubungan, Budi Karya Sumadi mengatakan, pengaturan diskon tidak akan membuat penumpang semakin kecewa dan mengurangi penggunaan ojol lantaran mendapati harga yang mahal.
Adapun rencana kebijakan tersebut dibuat bukan untuk melarang atau bahkan meniadakan pemberian diskon ojek online, melainkan untuk membatasinya.
“Saya mau meluruskan. Aturan itu dibuat bukan untuk melarang diskon. Diskon masih bisa, dengan catatan ada batasan, seperti batasan harga dan waktu. Batasan itu nanti ditentukan oleh Kemenhub,” ujar Budi
Budi Karya menyebut, diskon semestinya memang tak diterapkan dalam bisnis transportasi online, karena diskon-diskon itu dikhawatirkan akan membunuh usaha-usaha lain yang sejenis. Menurutnya diskon langsung itu tidak ada yang ada diskon tidak langsung yang diberikan oleh mitra aplikasi seperti ovo, gopay ini justru dikhawatirkan akan membunuh usaha sejenis lainya karena persaingan harga dari diskon yang sebenarnya tidak memberikan keuntungan berkepanjangan.
“Diskon, saya sampaikan bahwa yang namanya tarif online itu harus equilibrium equality atau menguntungkan semua pihak. Jadi dengan equal ini maka kami minta tidak ada diskon-diskonan, diskon langsung maupun tidak langsung,” kata Budi di Gedung Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Senin (10/6/2019).
Oleh karena itu, untuk melarang penerapan diskon tersebut, baik oleh partner bisnis maupun oleh penyedia aplikasi, Budi bermaksud segera mengeluarkan aturan agar larangan terkait diskon ini ada dalam payung hukum yang jelas.
Hal sama juga diungkapkan oleh Dirjen Perhubungan Darat, Budi Setiyadi, diskon-diskon yang biasa diterapkan dalam bisnis angkutan online ini serupa dengan predatory pricing yang disebabkan oleh persaingan usaha dan saling membunuh antara usaha sejenis.
Pemmbahasan soal regulasi larangan diskon ini akan dikaji atau dibicarakan lebih dulu dengan memanggil beberapa pihak terkait. Diantaranya OJK, BI, hingga KPPU.
Apabila kita cermati di media sosial hampir semua pihak keberatan akan aturan pentarifan baru ini. Bahkan operator aplikasi Gojek berkeluh kesah karena naiknya tarif ini menurunkan order yang ada.
Harapanya pemerintah tidak lebih berpihak kepada industri daripada terhadap masyarakat luas konsumen transportasi.
Sementara itu, salah satu konsumen ojol, Dini Anggraeni mahasiswi asal Bandung merasakan, dengan dihapusnya atau dibatasinya diskon justru merasakan harga transportasi online hampir tidak jauh dengan ojek konvensional.
“Sebelumnya harga tanpa diskon ke kampus hanya 5K namun setelah penetapan harga minimal dan maksimal menjadi 9k hal ini sangat memberatkan bagi saya sebagai mahasiswi karena dengan adanya diskon akan lebih terjangkau”, keluhnya saat dihubungi gentrapriangan, Rabu (12/06/2019)
Di zaman digital seperti hari ini pemerintah harus lebih berfungsi sebagai fasilitator bahkan akselator, daripada hanya menjadi regulator yang dikhawatirkan mengekang dan membatasi ruang berkreasi.
Operator aplikasi ojol pasti sudah memiliki kriteria sendiri kapan dan kepada siapa diskon itu diberikan, bisa saja sebagai bentuk gimmick pemasaran, dan bisa juga diberikan sebagai loyalty reward bagi konsumen yang setia menggunakan aplikasi tersebut.
Pemerintah harus lebih flexible dalam mengatur hal ini, apa yang dilakukan oleh Menteri Perhubungan ini membuat operator aplikasi menjadi rigid tidak memiliki ruang untuk berkreasi dalam memperluas cakupan konsumen. Inovasi pelayanan publik diera digital seharusnya memberikan kemudahan dengan biaya yang terjangkau, maka darisinilah persaingan inovasi dalam kompetisi diperlukan diera industri digital sehingga regulasi nantinya menghasilkan win win solution yang tidak mematikan inovasi itu sendiri.