Tasikmalaya – Mahasiswa Karangnunggal (MAKAR) meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Tasikmalaya dan Aparat Penegak Hukum untuk menyelidiki pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam pemilihan calon kepala daerah Kabupaten Tasikmalaya.
Ketua MAKAR, Asep Kustiana menyampaikan, Pilkada di Kabupaten Tasikmalaya banyak menuai kontroversi dan polemik di masyarakat dikarenakan hasil quick count LSI Denny JA berbeda dengan hasil real count KPU.
“Tidak hanya itu yang membuat banyak pertanyaan serta kecurigaan dari masyarakat yang mengindikasikan tidak netralnya pihak KPU sebagai penyelanggara pilkada itu dikarenakan hasil dari real count KPU tidak sesuai dengan hasil pleno tingkat kecamatan sehingga terindikasi adanya permainan sistematis untuk memenangkan salah satu paslon,” kata Asep dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, (12/12/2020).
Asep juga menyoroti, masifnya birokrasi dari mualai camat hingga RT, RW yang digiring untuk mengkonsolidir masyarakat demi pemenangan salah satu pasangan calon.
“Dengan mengumpulkan RT untuk membuat RT Siaga Covid-19 dengan diberikan anggaran Rp500 ribu perbulannya. Tapi didalam pembuatan laporan pertanggung jawaban itu tidak jelas diperuntukannya untuk apa. Ini kan patut dicurigai,” ujarnya.
Selain itu, bantuan langsung seperti Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH) dibagikan sebelum H-1 sebelum pemilihan jelas ini melanggar aturan.
“Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 disitu dijelaskan pejabat negara, pejabat daerah dan kepala desa dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon,” ungkapnya.
Asep mengingatkan, jika pelaksanaan demokrasi di Kabupaten Tasikmalaya ini dicederai, karena melanggar peraturan-peraturan yang telah ditetapkan maka kejadian seperti ini akan terus berulang.
“Bawaslu harus bertindak tegas jika tidak kejadian seperti ini akan berulang terus,” pungkasnya.