Disela kabut tipis, daun daun berjatuhan.
Yang mengering langsat, gugur dari tanahmu yang enggan subur.
Mungkinkah engkau menunggu Hujan memupuk akarmu.
Disirami air sendu yang sempat menghapus bedak tipis di pipimu.
Kau yang tergugur membawa pilu.
Ditusuk udara dingin pada malam malam. Tubuh yang menggeliat, mengigil dekapan sapamu yang dahulu sempat hangat.
Yang bau parfum nya menyuburkan semangat.
Akankah engkau masih mungkin memakai lipstik yang aku berikan.
Yang kau tetap tersenyum memakainya, meski aku tahu kau tidak menyukainya.
Aku selalu berbicara tentang dahulu, tanpa pernah memikirkan yang sedang terjadi saat ini.
Sembari menanti, Kapan hujan membasahi retak tanah kering di ambang kemarau ini.
Kapan engkau menyirami akar angan di jurang keputus asaan ini.