Garut – Perkembangan teknologi berdampak terhadap perubahan yang terjadi pada setiap lini kehidupan, termasuk hiburan permainan bagi anak-anak.
Adu kelereng, permainan yang 10 tahun lalu menjadi dambaan anak-anak desa hingga kota, kini mulai hilang dan sirna di mainkan generasi muda.
Kelereng sudah ada sejak ribuan tahun lalu, para ilmuwan telah menemukan satu set bola kecil dengan warna yang beragam di Mesir, tepatnya di makam piramida yang diprediksi telah terpendam sekitar 3.000 SM di Nagada, penemuan lainnya ditemukan di Yunani, Romawi, Amerika Serikat, bahkan menyebar ke Indonesia.
Permainan kelereng ini dimainkan oleh dua sampai sepuluh orang yang masing-masing memiliki satu kelereng sebagai kojo (pegangan utama).
Permainan ini dimainkan dengan cara di arahkan dengan telunjuk atau jari tengah tangan kepada kelereng lawan, jika kena maka kita dinyatakan menang dalam pertandingan.
Di Garut sendiri, permainan ini biasa dimainkan dengan berbagai macam gaya. Ada yang bermain dengan gaya lingkar atau kalang, ada juga yang bermain dengan gaya pantul.
Jika permainan gaya lingkar atau kalang, biasanya kita harus bisa memecahkan beberapa tumpukan kelereng yang ada di dalam lingkaran tersebut, setelah itu barulah kita bisa mengarahkan kelereng kepada lawan.
Kemudian gaya yang lain yaitu pantul, gaya ini biasanya dimainkan dengan cara dipantulkan terlebih dahulu ke tembok, kemudian yang paling jauh adalah yang pertama menembak kelereng.
Berbeda dengan lingkar, gaya pantul bisa langsung mengarahkan kelereng kepada lawan tanpa harus memecahkan dulu kelereng di kalang (lingkar).
Biasanya bagi yang kalah harus membayar hukuman berupa membagikan beberapa kelerengnya sesuai dengan perjanjian, kepada orang yang berhasil mengenai kelenteng.